Ini hanya tentang
ungkapan sederhana.
Berlandaskan perasaan
yang tidak sedikitpun mau mengungkapkan namanya. Yang datang secara serta-merta,
tanpa satu atau dua sebagai aba-aba, sekaligus tanpa ada tanda sebagai
petunjuk. Semua hanya bernamakan isyarat. Tentang sebuah gerak yang melambat
menimbulkan tanya. Sekaligus senyum simpul yang berujung tawa, dan tatap mata
sejuta makna.
Ia sebenarnya tidak
pernah ingin membicarakan hal ini. Juga tidak pernah suka jika pada suatu
kesempatan bicara, harus ada topik ini yang ikut ambil bagian di dalamnya. Tetapi
ia sendiri tahu, ia tidak bisa selamanya menutup mata juga menulikan telinga. Apalagi
menonaktifkan fungsi rasa, ia tahu benar bahwa hal itu akan bernilai mustahil
bagi kemampuannya.
Apalagi ia seorang
perempuan.
Yang katanya
berperasaan sehalus sutera. Yang berkemampuan menangkap isyarat sehalus udara. Yang
memiliki kelembutan, juga kepekaan untuk menerjemahkan rasa dari ketiadaan
kedalam bahasa diam.
Awalnya, ia tidak
pernah benar-benar tahu apa yang diinginkan oleh hatinya. Tidak juga benar-benar
paham mengenai apapun yang bisa saja dikehendaki oleh perasaannya. Semuanya selalu
datang secara begitu saja. Tiba-tiba.
Sampai ketika seluruh
waktu telah berhasil ditunggu sekaligus dilaluinya. Maka satu-satunya
kesimpulan yang bisa ia tarik hanyalah ;
Bagaimana ia hanya
ingin jatuh cinta, dan tidak melakukan apa-apa.
Benar. Dan ia memang
benar-benar melakukan apa yang diinginkannya itu, dengan cara jatuh cinta
lantas bersikap bahwa tidak pernah ada yang benar-benar terjadi—sekaligus,
tidak ada yang perlu diusahakan ataupun diperjuangkan lagi.
Bagi pemahamannya
kala itu. Tugasnya memang hanya satu, yakni jatuh cinta. Dan itu semua harus
dilakukannya dengan benar. Benar-benar harus “benar”.
Maka ketika suatu
saat itu datang—yakni ketika ia merasa tugasnya itu terasa berat—maka satu-satunya
hal yang harus kembali diingatnya adalah ;
Ia hanya perlu jatuh
cinta.
Dan tidak perlu
melakukan apa-apa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar