Rabu, Oktober 14, 2015

Cemburu



Adakah yang tidak kamu pahami dari cemburuku?
Adakah yang kurang jelas dari permintaanku untuk tak lagi mau menemanimu berburu bahan penelitian?

Bukan, bukan karena aku tak suka pada kebiasaanmu menjelajah hutan, mengitari kebun, ataupun berjalan tanpa sungkan sepanjang sawah. Sama sekali bukan itu.

Atau jangan-jangan, tak terlihatkah kerut cemberutku tiap kali kudapati mata gadis itu menjadi tempat jatuhnya pandanganmu?
Oh ya, tentu kamu tak akan pernah memahami itu.
Bukan salahmu.
Sama sekali bukan hal yang harus kamu seriusi tahu,
karena memang aku selalu menjadi manusia yang jauh lebih nyaman didalam bisu.

Kali itu aku tak lagi mau membalas pesanmu.
Pesan yang mengingatkanku untuk tak lupa bahwa Selasa besok, ada jadwal penelitian kebunmu, yang kamu mau, aku turut ikut.

Kamu masih pula tak menyerah.
Mengirimiku satu demi satu pesan serupa.
Seolah tak membiarkanku lupa barang semenit.
Lalu baiklah, aku menyerah kalah.
Rinduku pada tiap-tiap balasan pesanmu ternyata jauh lebih besar dari rasa gengsi yang kupupuk baik-baik.

Lagi, kamu berhasil membuatku mengiyakan ajakanmu.
Penelitian kesekian, dan yang mengharuskanku bertemu gadis itu lagi.
Pertemuan yang mengharuskanku (lagi) sesak tak karuan hanya karena mendapatimu tertawa bersamanya saat melihat jenis bunga yang nama latinnya aku tak paham itu.

Pertemuan yang lagi-lagi memaksaku tahu, aku hanya sedang membodohi diriku sendiri.
Kali itu aku memilih lebih banyak diam.
Diam, sembari memahami cemburuku yang kutanggung sendirian.

Kamu tak paham.
Tak pernah benar-benar memperhatikan bahwa disini ada aku,
yang tak keberatan menunggumu mengambilkannya minuman lebih dulu sebelum aku.
Aku, yang tak keberatan membiarkanmu membimbing tangannya saat menuruni bukit,
sementara aku hampir terpeleset berkali-kali karena kepayahan.

Ya, payah melangkah, dan payah menunggumu yang tak kunjung memahami keberadaanku.

Lalu sampai pada kalimat ini, masih tidak pahamkah kamu?
Atas aku yang selalu cemburu, padahal jelas-jelas aku tahu.
Ia kekasihmu, dan aku…

“Kamu teman terbaikku, sampai kapanpun.”
Ya, itu ucapmu yang dari dulu tak pernah sedikitpun berubah bahkan meski kamu tahu,
aku selalu cemburu.


*fiksi*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar