Awalnya aku hanya
mengira-ngira. Hanya menganggap bahwa masa sesulit ini tidak akan kuhadapi. Tetapi,
apakah kuasaku sampai disitu?
Jawabnya tidak.
Kuasaku tak sampai pada
kemampuan untuk mengendalikan prasangka. Apalagi merealisasikan perkiraan. Aku
tak mampu, dan aku tahu benar akan hal itu. Tetapi benarkah tidak akan ada yang
bisa kita ubah jika semua sudah terlanjur? Aku tahu pasti tidak. Tetapi aku
memiliki keyakinan lain, bahwa suatu saat nanti, aku bisa merubah keadaan. Aku bisa
membalikkan hidupku hari ini, tentu saja jika kuasa Allah Ta’ala
memperkenankannya.
Lantas aku ingin tahu
satu hal.
Kenapa kau katakan ‘tidak
bisa’? Padahal aku tahu betul, kau hanya dibayang-bayangi kegagalan yang wujud
nyatanya saja kau belum tahu. Bagaimana kau bisa menyatakan ‘aku tidak akan
mampu’, padahal jelas-jelas kau mengumbar janji macam-macam kalau saja aku mau
menuruti maumu.
Kenapa tidak kau
batalkan saja janji-janji itu, lantas kau dengarkan keinginanku? Tidak bisakah
kau sekadar mengikhlaskanku? Biarkan saja aku pergi, maka suatu saat nanti aku
akan membawa diriku kembali, bersama mimpi yang setiap harinya kutimbun dan
kukumpulkan sampai rapi.
Aku tidak bisa
menurutimu.
Jelas sudah itu
kemauanku. Dan kau ingin aku menurutimu, jelas itu kemauanmu. Bahkan sejak dari
jauh hari sebelum saat ini datang, satu-satunya hal yang kau yakini hanya satu
; mimpiku tidak selalu harus terwujud.
Tetapi kenapa tidak
pernah kau pikirkan bagaimana pendapatku? Kau harus tahu, bahwa jauh di dalam
keyakinan yang kumiliki, aku tahu ; mimpiku harus bisa terwujud. Tidak peduli
jerit tangis, derai air mata menganak sungai, simbah darah, aku hanya memiliki
keyakinan itu.
Jadi maafkan aku. Jika sampai
saat ini aku tak pernah bisa menjadi anak yang baik bagimu. Tak pernah mampu
menuruti setiap titahmu. Tak pernah sedikitpun mampu berbakti, atau sedikit
saja menghargai.
Sumpahkan saja seluruh
serapah untukku. Karena aku pasti akan menerimanya tanpa perlu meminta bantuan
lagi. Karena bagiku, aku hanya membutuhkan satu ; Allah Ta’ala Tuhan seru
sekalian alam. Yang menjagaku mulai dari terbit fajar hingga aku tak lagi mampu
menghitung waktu.
Allah Ta’ala yang
menyayangiku melebihi murka-Nya terhadapku. Dan setelah keyakinan itu, aku tahu
bahwa tak ada satu hal pun di dunia ini yang memiliki label ‘mustahil’ di depannya.
Karena selama aku memiliki Allah di dalam hati dan seluruh hembus nafasku,
Aku tahu,
Tak ada yang perlu kau
dan aku khawatirkan sedikit pun.
Tidak tentang hidup
maupun masa depanku.