Kamis, Mei 23, 2013

Dialamatkan untuk Namamu

ada diam yang memaksa untuk bicara
selayaknya getir malu terbungkus nelangsa suka
sama halnya dengan novel romansa, 
bercerita hingga lelah, tanpa sedikitpun kehilangan suara
itukah yang disebut rasa?
yang muncul tanpa aba-aba
menetap tanpa tahu diri
dan pergi tanpa basa-basi

aku masih membungkuskan diam dibalik rapi penantian
masih menitipkan salam hangat, dibalik kedua pipi yang merona
masih pula, terselipkan sapa ragu dibalik tertunduknya muka
bisakah kamu melihat mataku?
dan apa-apa yang kubiarkan tergenang manis disana
yang tumpah ruah tanpa ampun
sekaligus tanpa satupun yang boleh menyadarinya

sadarkah kamu?
pemilik getar tanpa nama
dan isyarat mata seribu makna

tahukah kamu?
tentang aku yang mengunci kekaguman
sekaligus rindu tanpa tahu ujung?

mengertikah kamu?
tentang isyarat hati tanpa ucap,

ini.
dialamatkan khusus.
untuk namamu.




--saya lama sekali nggak menulis puisi lagi, apalagi yang semacam ini, semoga menghibur :-)
--hari Kamis, pukul 1:14 AM, satu hari sebelum pengumuman kelulusan
--maaf, saya ingat kamu lagi

Tulungagung, 14 Mei 2013

Katakan, apakah yang lebih menyakitkan daripada kehilangan?
Tentang waktu yang tak dapat diprotes
Serta takdir yang tak bersedia ditawar
Semua menyerah di dalam ke-Maha Kuasa-annya
Semesta yang seolah runtuh,
tak juga mampu menahan kepergian yang telah digariskan
Semua menurut, tunduk dan patuh di dalam kepasrahan,
dan rasa kehilangan yang merunut nelangsa
Tak ada lagi tawa yang sama
Tak ada lagi harum semangat yang sama
Tak ada lagi wangi mimpi yang menantang dunia
Darimu,
Yang datang dan memperkenalkan diri sebagai sahabat,
beratus-ratus hari yang lalu
Hampa.
Jelas itu satu-satunya definisi yang bisa disimpulkan
Sejak kuasaNya memisahkan ruh dari jasadmu
Kehilangan.
Jelas itu satu-satunya bentuk rasa yang dapat dijelaskan dari ketiadaanmu
Sahabat..
Istirahatlah dengan tenang disana,
Disamping penciptamu yang Maha Segala
Tersenyumlah dengan bahagia disana,
Di tempat dimana kelak seluruh mahklukNya akan bermuara
Tidurlah dengan nyenyak,
Berteman doa yang tak akan berputus dari kami
Selamat jalan, Sahabat
Tuhan menyayangimu lebih daripada seluruh cinta yang pernah kau miliki disini.



untuk seorang teman, yang terlebih dulu menuruti keinginan waktu.
semoga kamu disana, senantiasa baik-baik saja.

Senin, Mei 20, 2013

Terimakasih dan Seluruh Cinta

bau perpisahan semakin dekat.
sedekat satu detik yang akan datang dengan detik ini.
waktu yang tidak bersedia ditawar, dan kenyataan yang tidak dapat diprotes lagi.
tadi saya kembali masuk sekolah, setelah terakhir kali saya masuk tanggal 15 Mei yang lalu.
sekolah saya rasanya masih sama, masih terus membuat saya merindukan banyak hal.
tentang masa SMA saya, yang akan berakhir dalam hitungan hari sejak hari ini.
tentang masa penuh mimpi yang seolah akan menjadi nyata seluruhnya
tentang masa penuh ambisi yang seolah terpenuhi tanpa terkecuali.

banyak saat dan waktu yang saya yakin tidak akan saya dapati lagi nanti. disaat masa kuliah saya tiba.
masa dimana saya berkali-kali jatuh cinta, entah dengan teman sekelas, teman lain kelas, kakak kelas, dan bahkan adik kelas.
masa dimana candaan terasa lebih berharga daripada mimik serius
masa dimana segala macam kecurangan dinilai 'tidak apa-apa'
dan masa, dimana saya merasa tumbuh dan berfikir dewasa tanpa rencana.

semua tumbuh begitu saja,
mengalir begitu saja,
seolah sedang mengambil oksigen dari udara dalam proses pernafasan.
semua terjadi diluar kendali saya, dan seperti seolah ada tanpa sengaja.

tanggal 25 Mei nanti purnawiyata akan diselenggarakan.
agak tidak rela rasanya, mengakhiri pertemuan berkesan dengan mereka -- ratusan nama dengan berbagai macam warna-- yang selama ini saya sebut TEMAN.

benar kata mereka,
bahwa bagaimanapun juga, masa SMA adalah yang teristimewa.
masa yang paling mengesankan jika dibandingkan masa-masa sekolah yang pernah saya lewati sebelumnya.
masa dengan ratusan juta kenangan dan ingatan yang bahkan sampai saya sendiri kebingungan untuk menuliskannya.

masa ini indah.
terlalu indah bahkan untuk saya biarkan ia untuk berlalu dari hadapan saya, dan membiarkannya menjelma menjadi waktu yang takkan terputar kembali.
tetapi masa ini pula lah yang mengajarkan saya untuk mulai menerima perubahan tanpa banyak mengeluh,
dan menerima yang seharusnya terjadi untuk tetap terjadi tanpa banyak memprotes.
saya sekaligus tidak memungkiri, bahwa masa ini juga lah yang membuat saya berani mematangkan mimpi.
yang juga membuat saya memutuskan banyak hal yang awalnya tidak masuk kedalam prasangka saya.
masa yang juga mengajarkan saya tentang memberi dan menerima.
yang juga mengajarkan saya tentang melepaskan dan mengikhlaskan.
juga tentang bagaimana bertahan didalam pasungan kekhawatiran, tanpa perlu menangis.


untuk sebuah masa bernama SMA, yang akan habis dalam beberapa hari ini,
terimakasih dan seluruh cinta :-)

dimengerti tanpa perlu mengeluarkan suara

seorang penulis pernah mengatakan bahwa menulis itu temannya membaca.
sedangkan seseorang yang lainnya mengatakan bahwa penulis yang baik adalah pembaca yang rakus.
saya rasa mereka benar.
sangat benar malah.

jujur, sampai sekarang saya masih memiliki keinginan untuk menjadi seorang penulis.
entah menulis buku fiksi ataupun non-fiksi.
kalau dulu sih, terus terang saya ingin sekali menjadi seorang penulis novel,
penulis yang bisa menggiring mimpinya menyeberangi realitas pembacanya, yang juga mampu menjadikan kahayalannya dapat diterima akal sehat sebagai sesuatu yang bernilai 'benar-benar ada'

tetapi entah saya yang malas, ataukah memang saya yang terlalu sombong dengan setiap tulisan-tulisan saya.
saya justru merasa bahwa tulisan yang saya buat sama sekali tidak pernah selesai.
saya seperti merasa setiap kali saya berkeinginan menulis sebuah novel, atau minimal cerita pendek, justru keinginan menulis itu semakin tidak ada.
saya sendiri juga dibuat kebingungan dengan hal ini, karena saya sama sekali tidak tahu kenapa saya bisa mengalami hal ini.

lantas beberapa hari yang lalu saya membuka sebuah blog milik Meira Anastasia, yaitu istri dari seorang komik Stand Up Comedy Indonesia, Ernest Prakasa.
di blog yang sudah lama saya baca itu, kak Meira menulis postingan baru (saya lupa judulnya), dimana disitu ia mengatakan bahwa sudah lama ia ingin menulis sebuah buku, yang bukan fiktif katanya.
tetapi pada satu postingan barunya, ia tiba-tiba menyerah.
ia menyerah untuk membukukan tulisannya,
dan tahukah apa alasannya?
memiliki keinginan menerbitkan sebuah buku justru membunuh keinginannya untuk menulis.

saya tiba-tiba ingat dengan diri saya sendiri. juga dengan alasan yang membuat saya menghentikan kegiatan tulis menulis saya.
saya kembali teringat dengan tujuan apa yang membuat jari-jari saya menulis.
"dipahami tanpa perlu menjelaskan, dan dimengerti tanpa perlu berbicara"

hal itu tujuan semula saya, yang kemudian saya belokkan dengan kesombongan saya menuliskan mimpi dan khayalan.
tujuan yang sebenarnya tidak lebih dari sekadar ingin berpendapat, tanpa perlu menyuarakan suara secara langsung.
tujuan yang entah bagaimana bisa berubah menjadi seperti ini.
buntu dan kedap udara.

lantas saya kembali diingatkan lagi melalui tulisan Darwis Tere Liye. beliau ini adalah penulis novel Hafalan Salat Delisa yang saya baca sekitar satu tahun yang lalu. novel sederhana yang membuat saya banyak berfikir, dan sedikit melakukan perenungan di dalam hal agama.
namun bukan ini yang akan saya bahas disini.
melainkan tentang tulisan Tere Liye yang menanyakan pada setiap orang yang memiliki keinginan untuk menulis.

"Apakah tujuanmu menulis? Kalau kalian berharap mendapat popularitas dan banyak uang karena hal itu, lebih baik urungkan niatmu untuk melakukannya"
kurang lebih begitulah yang saya simpulkan dari tulisan beliau.
seketika saya kembali berfikir.
untuk apa saya menulis?
sekadar ingin dikomentari 'bagus'?
ataukah justru ingin populer sebagai seorang yang hasil tulisannya keren?
saya belum tahu itu.

yang saya tahu sekarang hanyalah, bahwa mungkin selama ini dasar menulis saya hanyalah ambisi.
yakni sesuatu yang saya pandang dari segi keinginan, bukan manfaat ataupun kegunaannya.
saya minta maaf kalau kedengarannya tulisan saya kali ini sedikit menggurui, karena sebenarnya yang terjadi adalah saya yang sedang memarahi diri saya sendiri.
diri yang saya penuhi ambisi, dan tanpa sadar mulai melupakan pengendalian emosi.

saya juga tidak bisa berjanji apakah setelah ini saya bisa membuat sebuah tulisan yang lebih baik atau tidak.
karena satu-satunya hal yang ingin saya lakukan setelah menulis ini hanyalah,
untuk mengembalikan tujuan menulis saya sejak awal tadi.
sekadar dipahami tanpa menjelaskan,
dan dimengerti tanpa perlu berkata-kata.

Jenuh, Tanda Koma, dan Mendung Petang

seperti menunggu kedatangan seseorang yang tidak akan pernah datang.
atau, sama halnya dengan menunggu jawaban dari orang yang tidak pernah sedikitpun ingin menjawab.
seperti bermain di pusaran waktu, yang menolak untuk datang kembali, namun sangat disayangkan untuk pergi.
tidakkah kamu tahu, ada lelah yang tersembunyi rapi dibalik itu?

namanya jenuh.
sesuatu yang mungkin luput dari perhatianmu. dari perhatianku, atau bahkan mungkin luput dari perhatian mereka.
seperti teriakan yang dibalas diam,
dan ribuan pertanyaan yang dijawab anggukan atau gelengan.

kupikir aku tidak akan memiliki hal ini, karena satu-satunya yang pernah kupikirkan ketika mulai menimbun rasa hanyalah ; aku tidak akan merasa lelah.
tetapi benarkah aku tidak merasa lelah? kalau pada suatu titiknya, satu-satunya hal yang ingin kulakukan hanyalah berhenti. 
benar-benar berhenti, sampai aku merasa bahwa aku tidak ingin melanjutkan langkah lagi.
bukan karena aku ingin kalah,
tetapi lelah yang memaksaku untuk mulai belajar melambatkan langkah,
pelan-pelan mulai belajar mengurangi langkah, 
benar-benar sedang mengajari diri sendiri untuk tidak terlalu memaksakan berlari, jika satu-satunya kekuatan yang tersisa memang hanya untuk sekadar berjalan kaki.

mungkin kamu, aku, sekaligus kita sempat luput dari satu hal ini,
ketika sesuatu yang pada mulanya biasa terhadapmu, tiba-tiba mengasingkan diri dan memutuskan untuk tidak lagi ada. 
memutuskan untuk tidak lagi mengumbar rasa peduli, ataupun menghentikan kebiasaan untuk sekadar memberi ucapan selamat pagi.

jenuh.
seperti tanda koma pada sebuah kalimat.
bukan tanda koma yang ditulis dengan maksud untuk menyambung kalimat lain, tetapi tanda koma yang dibubuhkan untuk menjaga sebuah akhir yang dipaksakan.
tanda koma yang hanya dimaksudkan untuk menjaga sebuah kalimat tidak berakhir, 
sekaligus tidak dilanjutkan.
menggantung. 
seperti mendung petang yang tidak jelas turun hujannya.

ini hanya sebuah tanda jenuh.
sama halnya dengan tanda koma, dan mendung petang tanpa hujan di akhirannya.

Sabtu, Mei 11, 2013

jatuh cinta dalam doa

apa kekuatan terbesarmu ketika kamu jatuh cinta?

kepercayaan.
begitukah? cukup dengan percaya? sepercaya apakah kamu? dan kepada siapa kamu meletakkan kepercayaan itu?
aku tahu tentang kekuatan sebuah kepercayaan. ia memang kuat, tetapi rasanya bukan yang terbesar.
karena setelah kepercayaan itu tidak lagi kamu dapatkan, aku sendiri juga tidak yakin apakah kamu masih akan mau mengatakan bahwa kamu jatuh cinta atau tidak.

kesetiaan.
ya. hal yang satu ini memang tidak lagi bisa diragukan kekuatannya. ia yang membuat sekian banyak hati mau bertahan pada pilihannya untuk tetap jatuh cinta pada orang yang sama.
yang sekalipun sudak tidak lagi bisa dipercaya, atau bahkan, yang sama sekali sudah tidak pantas dipertahankan. tetapi tembok kesetiaan selalu kokoh berdiri. ia sebenarnya juga lelah terus menerus terpasung kebodohan, tetapi, ia bisa apa?

jarak.
aku tak tahu kenapa aku harus memasukkannya di dalam salah satu kandidat kekuatan dalam sebuah kejadian jatuh cinta. tetapi boleh percaya atau tidak, ia memang ikut memegang kendali.
ia yang juga ikut menjadi juri penguji, bahkan ketika kita sendiri sebenarnya tidak benar-benar sadar bahwa bentangannya-lah yang selama ini menuntun kita untuk terus menerus jatuh cinta.
namun, bukankah jarak juga tidak bisa bertahan sendirian tanpa teman?

ya,
rindu.
jarak tak pernah kesepian. ia tak pernah mau sendirian ketika ia sedang merundung hati yang jatuh cinta. ia selalu membawa serta rindu. entah apa maksud ajakannya, yang jelas ia memang selalu minta ditemani.
sedangkan rindu selalu diam. menurut, dan merunut pasrah tak bersudah.
ia hanya terus menerus bahagia, meski pada saat yang bersamaan, lukanya sedang tersulam hampir sempurna. ia selalu ingin tumpah habis, namun seolah tak punya celah, ia hanya bisa terjaga tanpa gerak. berdiri pada satu tempat pijakan yang tetap.
dan ia bukan jawaban yang kumaksud..

harapan.
nah. ini mendekati benar. ia yang selalu menjaga rindu pada hati yang sedang jatuh cinta.
ia, satu-satunya yang bisa melihat pancaran kebahagiaan, bahkan meski dari tiap butiran airmata sekalipun.
ia satu-satunya yang tetap bisa tersenyum, bahkan meski semua hampir beranjak pergi karena marah, kalah, dan sedih yang tumpah ruah tanpa sisa lagi.
ia satu-satunya yang bisa merasakan adanya hidup, bahkan meski telah dibunuh secara terang-terangan
yang tetap mampu mensyukuri, bahkan meski cinta itu sendiri memutuskan untuk tak lagi kembali.
tetapi kuatkah ia berdiri sendiri jika Tuhan sudah menitahkan ia untuk jatuh?
aku tak yakin itu..

tapi,
bagaimana dengan doa?
aku tercenung sesaat.
semestaku meluruh seketika mendengar sebuah permohonan indah terlantun sempurna dari bibir seorang pecinta, pada suatu malamnya, dan ditemani oleh linangan airsuci yang menetes indah bak mutiara dari kedua bening matanya.
air yang menganak sungai, seolah ikut memintakan kata 'amin' dari jutaan malaikat bercahaya yang mengelilinginya kala itu,
kuperhatikan baik-baik ucapannya yang tersendat-sendat itu,
lirih, namun cukup keras untuk menamparku hingga pias,

"ya Allah, kudengar hari ini Kau pulangkan sosok itu ke kota ini lagi..
sudah dua tahun aku tak melihat rupanya, tak lagi mendapati senyum di wajah putihnya..
ya Allah, jaga ia,
senantiasa limpahkanlah lindungan dan bahagiaMu baginya,
sejujurnya, sakit sekali hati ini ya Rabb karena tahu benar bahwa aku tak mampu menemuinya,
tak memiliki kuasa kekuatan untuk menjumpainya, sekadar untuk menanyakan bagaimana kabarnya,
ya Allah, tetapkan kesehatan baginya, senangkanlah hatinya dimanapun dan apapun yang saat ini sedang dihadapinya,
ya Allah, pertemukan ia dengan sosok yang terbaik, yang Kau pilihkan bagi hatinya, apabila ia memang telah menghendaki dirinya untuk jatuh cinta selain kepadaku,
ya Allah, mudahkanlah segala urusannya,
lindungi ia dimanapun ia berada, kemanapun langkahnya, dan apapun tujuannya,
ya Allah ya Rabb, jaga imannya,
jaga pula shalat dan akhlaknya untuk tetap baik dan berada di dalam rengkuhan imanMu..
ya Allah, sekali lagi, bahagiakan dia, pada apapun takdir dan pilihannya..
Amin amin ya Robbal 'alamin.."

pipinya basah, kemerahan menahan seluruh rasa yang tak mampu kudefinisikan namanya.
bibirku sendiri bergetar, bisakah aku berdoa seperti itu untuk seseorang yang bahkan belum tentu menjadi milikku?

belakangan aku baru tahu, gadis itu belum pernah jatuh cinta sebelumnya, sampai akhirnya ia benar-benar mau mengaku bahwa ia sedang jatuh cinta,
pada sosok laki-laki sederhana, pemilik kulit putih dan tubuh tinggi, dengan rambut ikal, dan senyum asimetris.

aku kembali bertanya,
kembali pada apa yang kubahas untuk pertama kali tadi,
tentang apa-apa yang menjadi kekuatan terbesar kita saat jatuh cinta,
sekarang aku tahu jawabnya,
jawab yang membuat gadis tadi tetap mempertahankan pilihan yang sama sejak tujuh tahun yang lalu,
jawab yang membuat gadis itu tetap bisa bahagia seolah tak sedang jatuh cinta,
namun menangis menggetarkan jiwa seolah ia sedang sekarat karena mencinta.

ia,
doa.



--dibuat tanpa sadar, setelah tahu bahwa hampir dua tahun, dua hari, aku tak pernah lagi mendapati senyum asimetris itu--
12:05 am - hari Sabtu - awal pagi

Jumat, Mei 10, 2013

realita - mimpi - pertanyaan - dan 'bukan' jawaban

kembali ke dalam realita itu menarik.

rasanya seperti saat kamu sedang dengan manisnya menikmati mimpi dari dalam tidurmu--entah apapun mimpi itu--lantas dengan sekali hentakan, seseorang menarik cepat selimut hangatmu, lantas meneriakkan kata "cepat bangun ! nanti telat lho !" , tepat disamping telingamu.

atau bisa jadi, seperti,
ketika kamu dengan sangat cantiknya menopangkan kedua tanganmu dibawah dagu, bermaksud untuk melamunkan sesuatu--entah apapun lamunan itu--sambil terus menerus terlihat anggun, lantas tiba-tiba sahabatmu datang dan dengan lancangnya menutup kedua matamu dengan kencang. dan masih ditambah dengan tawa puas nan bahagia-nya karena telah sukses membuat lamunanmu menghilang begitu saja.


perlukah rasa marah untuk hal itu?
benar. seharusnya tidak.

aku belajar satu hal hari ini.
bukan hal besar sebenarnya. kecil, memang. tetapi cukup jelas untuk digunakan sebagai kacamata, sekaligus kaca pembesar bagi jalan dan langkah yang akan, dan masih harus ku ambil nanti.

hari ini aku mengunjungi Masjid Al Munawar. masjid terbesar di kota-ku.
masjid yang punya aroma, dan hawa tersendiri tiap kali aku masuk ke dalamnya.
tenang. tentu saja.
tetapi bukan hanya itu, hari ini aku menemani mbak Yanti untuk foto, lantas mampir shalat maghrib di masjid itu.
setelah foto, aku jadi tahu, bagaimana mbak Yanti benar-benar telah menyiapkan sejak jauh-jauh hari apa yang ia perlukan sebelum melamar pekerjaan.
dan setelah shalat, aku juga tahu, bahwa niat sederhana sekalipun, ternyata mampu membuka pintu berkah selebar-lebarnya. membuat pintu itu terbuka sendiri, dan seolah menganga menyambut kita yang senantiasa mau menggerakkan hati dan langkahnya.

mbak Yanti juga bilang "sekarang itu yang penting apa yang ada dulu. soal nanti kita pikir nanti.."
lantas diam-diam aku menambahkan,
"ya, kenapa harus menunggu jika sebenarnya bisa menjemput?"

ya.
itu adalah cara hidup dan takdir-ku hari ini untuk membuatku kembali ke dalam dunia nyata.
kembali ke dalam dunia yang wanginya benar-benar bisa kuhirup.
dan bentuknya benar-benar bisa kuraba.
bukan hanya sekadar khayalan menyenangkan, yang bisa kupupuk dan kumanja dalam kebodohan.
bukan hanya mimpi, yang terus menerus disirami tanpa ada keinginan dari kita untuk bisa memanen-nya.
aku baru tahu.

selama ini bukan hidup yang berubah menjadi mimpi. tetapi akulah yang menamakannya mimpi, supaya aku terus-menerus mengatur mau-ku.
selama ini juga bukan mereka yang berubah, melainkan, akulah yang belum cukup siap menghadapi perubahan itu.
dan juga, bahwa selama ini, bukan takdir yang membuatku tak bisa kemana-mana selain bermain-main di dalam pasungan kenangan,
ya,
melainkan, akulah sendiri yang merantai tangan, kaki, hati, sekaligus rasaku untuk tidak bermain kemana-mana.
akulah yang dengan egois menahan mereka untuk tetap tinggal bersama keinginanku.
akulah yang selama ini merantai mereka supaya tidak menjauh.
akulah.
ya.
aku, penyebab dari semua ketidaknyataan-dan kesemuan ini.
aku yang menjadikan ketidakpastian sebagai senjata untuk menutup diri dari berbedanya mimpi dan kenyataan.
aku juga, yang membuat rasa seolah menjadi dewa, dan menutup kesadaran untuk tidak berbuat lebih banyak lagi.
ya.
aku penyebab semua kekacauan ini.

tetapi, apakah setiap 'realita' itu yang harus kita kecap?
haruskah memang semua 'kepastian' yang hanya bisa kita nikmati?
bahkan meski ia bukan salah satu bagian dari harapan?
atau mungkin, bukan salah satu anggota doa yang pernah kita panjatkan dalam linangan airmata di malam-malam penuh rahasia itu?

tidak bolehkah kita melindungi rasa manis dari harapan itu?
tetap menjaganya, seolah setelah berharap dengan demikian itu, kita tidak akan pernah terbangun kaget dari mimpi lagi?
tidak bolehkah kita terus-menerus bertahan di dalam angan,
dan membiarkan ia menerobos masuk dan mengacaukan ketentuan Tuhan, sehingga Dia bisa dengan iba mengabulkan permohonan yang mungkin terkesan bodoh bagi beberapa orang itu?

tidakkah boleh kita menjadi-satukan mimpi dan realita itu?

aku lelah terus bertanya.
bukan lantaran tak ada yang bisa menjawabnya,
melainkan lebih karena, aku baru saja diberi tahu,
bahwa tidak semua pertanyaan berhak memiliki sebuah jawaban.
juga,
tidak semua jawaban, memungkinkan untuk kita jodohkan dengan sebuah pertanyaan.


--tulisan ini dibuat sesaat setelah aku 'dibangunkan' dari mimpi, dan kemudian ditunjukkan, bahwa tidak semua realita benar-benar bisa diraba dan dicium baunya, beberapa dari mereka mungkin adalah jelmaan dari mimpi yang berusaha keras untuk minta dirubah wujudnya--

11:17 pm - hari Jumat

Selasa, Mei 07, 2013

semoga pesan ini sampai, meski tanpa perahu

Aku sangat kehilangan kamu

Dibuat ; 29 April 2013 - 01:00 am


Bagaimana seseorang bisa mencintai seorang lainnya secara konstan?
Pikiran ini menggangguku sejak beberapa hari kemarin.
Mencintai secara konstan? Menumbuhkan rasa yang sama setiap harinya, tanpa perubahan?
Kedengarannya tidak ada.
Tetapi benarkah demikian? Semudah itukah aku menyimpulkan sebuah jawaban atas pertanyaan yang sebenarnya juga kuragukan tentang ada atau tidaknya?
Aku mulai menarik mundur pikirku. Mencoba menyelami satu persatu lautan jawaban yang sekiranya bisa kuanggap tepat.
Tetap. Tidak ada yang bisa kusimpulkan dan kubulatkan untuk jadi jawaban.
Aku sudah pernah jatuh cinta sebelumnya.
Entah pada level mana kupatrikan cinta itu sendiri, yang jelas, aku sudah tahu bagaimana rasanya.
Seolah semuanya menjadi abu-abu di depan matamu.
Benar jadi salah.
Salah, juga masih bisa dibenarkan.
Semua hanya begitu. Dibolak balik tanpa ampun.
Semua kenyataan diubah sedemikian rupa sampai menjadi khayalan.
Dan tiap-tiap khayalan, perlahan-lahan selalu dimintakan doa supaya menjadi kenyataan.
Hanya itu.
Selebihnya ; lebih abu-abu lagi.
Tak ada kejelasan dalam cinta.
Kau bisa dengan serta merta jatuh. Atau bahkan kau boleh memilih untuk sedikit demi sedikit tenggelam dan habis lebur di dalamnya. Bersama cinta.
Kembali pada pertanyaan tentang cinta konstan yang kupikirkan.
Dulu, ketika kukatakan aku jatuh cinta untuk yang pertama kalinya, aku merasa semua serba tak konstan. Berawal dari sebuah kebetulan bernama takdir, kami bertemu.
Sampai akhirnya usia kami bertambah. Sekaligus dengan bentuk perasaanku, perasaannya, yang makin hari makin tidak terbaca secara kasat mata.
Aku tetap bangga pada pengakuanku sebelumnya ; bahwa aku telah jatuh cinta.
Entah bagaimana jadinya, aku hanya merasa bangga memiliki cinta.
Memiliki rasa.
Sampai akhirnya, aku kembali sadar bahwa aku bukannya tumbuh semakin kecil.
Aku juga tumbuh dewasa.
Sama dewasanya dengan cinta yang pernah ceritakan di awal-awal tadi.
Ku jatuhkan satu persatu rasaku.
Mulai dari perasaan senang saat melihat wajahnya.
Bertumbuh menjadi perasaan senang saat tahu namanya.
Lantas, merasa senang, lebih senang ketika bisa memiliki waktu untuk mengobrol lebih lama dengannya. Sekadar menikmati lucu wajahnya dari jarak dekat. Sekaligus berdiam, dan larut di dalam senyum dan tawanya.
Rasa itu semakin nyata.
Bergerak dari satu tahap, dan terus bermetamorfosis melalui tahap-tahap sederhananya.
Dilengkapi rindu.
Cemburu.
Lelah.
Jarak.
Ketidaktahuan.
Dan bahkan, keikhlasan.
Rasa ini memiliki umur. Bisa tumbuh dewasa,
Juga menua dengan sendirinya.
Membuatku kembali menemuinya, sekadar menanyakan sesuatu ;
“tak bosankah kamu menjadi cinta?”
Ia tersenyum.
Cantik sekali.
Lantas menjawab dengan teramat lembut. Membuatku terasa seperti seorang gadis kecil yang di-ninabobokan ibunya.
“tidak. Karena itulah aku dinamakan cinta.”
Aku tercengang sesaat.
Ia benar.
Ia tak mungkin akan merasa bosan.
Sekalipun tak sampai berbalas sama.
Sekalipun tetap duduk di singgasana ketidakpastian.
Ataupun, berbaring, dan melemah pasrah,
Di dalam pembaringan kepatah-hatian.
Ia tetap menoleh ketika namanya dipanggil, entah diserukan keras, ataupun dibisikkan selirih mungkin.
Ia tetap.
Namanya tetap.
Ketidakjelasannya tetap.
Ketidak-tertebakkan-nya tetap.
Ia konstan dalam setiap tumbuhnya. Konsisten.
Ia, cinta.

Hai..

hai,
lama sekali rasanya nggak nulis lagidi blog. nggak cuap-cuap ataupun curhat gombal-galau.
sekarang sudah makin sibuk soalnya (mulai sok), bukannya apa-apa memang, tapi sekarang saya sudah bukan lagi anak usia tujuh belas tahun yang lagi pinter-pinternya drama.
saya sudah sadar diri.
usia saya sudah delapan belas tahun lebih (hampir) dua bulan, jadi rasanya nggak etis aja kalau masih ber-drama unyu-unyu kaya'dulu.

saat ini, hidup saya rasanya makin tegas.
makin keras.
dan makin minta untuk ditegasin sekaligus dikerasin *apasih*

sekarang, rasa-rasanya didepan mata saya hanya tersisa dua hal yang bisa saya lihat ; yaitu mimpi, dan takdir saya.

saya tidak memungkiri,
saya ini masih seorang pemimpi. pengkhayal tingkat dewa neptunus, yang dalam beberapa waktunya juga masih sempat-sempatnya menulis surat-surat cinta yang nggak pernah saya kirimkan.
tapi saya juga ingin memperkenalkan diri,
bahwa saya juga seorang penjejak takdir. pemilik kenyataan yang harus mau, dan harus bersedia menghadapi apapun yang sudah dihadiahkan Allah SWT untuk saya.

tanggal 15 sampai 18 April 2013 kemarin saya baru saja mengikuti Ujian Nasional SMA.
dan tentang bagaimana suasananya?
saya pikir TVOne dan Metro TV sudah menayangkannya dengan jelas.

yang saya hadapi sekarang tinggal SBMPTN dan pengumuman SNMPTN saya nanti.
bagaimana nanti, bagaimana kemudian, saya juga masih belum tahu.

yang jelas, saat ini saya merasa banyak perubahan yang kelak akan saya hadapi nanti.
dan meski sejujurnya saya belum berani mengatakan 'siap', tetapi saya hanya berharap, semoga Allah SWT masih berkenan memberi saya kekuatan untuk menikmati perubahan-demi perubahan itu.

dan apapun ke-tidak jelasan yang saya tulis diatas ini,
di tengah hawa panas bin gerah suasana kota Tulungagung di bulan Mei ini,
saya hanya ingin kamu tahu,
saya hanya ingin kamu percaya,
saya sangat kehilangan kamu.

(10.32 pm di hari Selasa)