Jumat, Agustus 22, 2014

Merayakan Kepatahan

 

Adakah patah hati yang bisa dirayakan?


Disaat hatimu berada di dalam keadaan terburuknya. Disaat satu-satunya hal yang ingin kau lakukan hanyalah menikmati sakitmu. Menikmati kekalahanmu akan perasaan yang bertahun kau pertahankan.

Mungkin aku sedang berada disitu. Di dalam keadaan dimana yang kutahu hanya satu ; hatiku patah. 

Entah aku harus menyalahkan siapa atas kepatahan dan seluruh sakit perih yang harus dideranya sendirian.

Mungkin kau juga sedang berada disitu. Di dalam keadaan dimana kau adalah pihak yang mematahkan, pihak yang mereka sebut menyakiti. Walaupun pada kenyataannya tak seperti itu.

Aku yang menyakiti hatiku sendiri


Bukan kau, Sayang..

Mungkin ini kedengaran bodoh bagimu. Merayakan rasa sakit, lalu tertawa seolah aku sedang menikmati kebebasan. Menerima, mencukupkan, hanya dengan alasan ; aku tak mungkin sejahat itu memaksakan perasaanku kepadamu.

Tidak, Sayang..

Aku tidak akan sedikit pun memaksakan mauku pada apa-apa yang tak menjadi maumu. 
Tidak akan pula aku membiarkanmu menjalani apa-apa yang tak pernah ingin kau jalani. 
Sama halnya denganmu yang tak pernah mau membiarkanku mendapatkan apa-apa yang tak selayaknya ku dapatkan.

Kita sama, Sayang..


Aku merayakan patahnya hatiku, dan kau merayakan kebebasanmu dari pengharapanku.

Mungkin setelah hari ini, aku tak akan lagi merengek-rengek akan perhatianmu. Tak akan lagi menggantungkan harap yang sama pada hadirmu.


Tidak akan lagi, Sayang..


Patah hatiku sudah cukup berkali-kali hanya untuk satu sosokmu.

Dan mungkin setelah hari ini aku tak akan lagi mencari yang lebih baik atau mungkin sama baiknya dengan dirimu.

Aku tak akan pernah melakukannya, Sayang..

Karena selama aku masih mencari yang lebih baik atau katakan saja, sama baiknya denganmu, itu hanya akan berarti bahwa selama ini aku telah mencintaimu yang tak cukup baik.

Padahal setelah hari ini aku telah berjanji, padamu juga pada diriku sendiri. Aku akan jatuh cinta lagi, tak peduli pada ia yang lebih baik, sama baiknya, atau bahkan mungkin tak cukup baik darimu. 
Aku akan melakukannya sekali lagi.

Dan untukmu, pergilah. Hiduplah dengan segala baik dan bahagia yang menjadi mau juga inginmu. 

Menjauhlah, sejauh jarak yang tak ingin kau tunjukkan padaku pada pembicaraan kita semalam.

Atau jika mungkin suatu saat nanti takdir menertawakan dengan mempertemukan kita lagi, jangan lagi memandangku sebagai seseorang yang pernah merayakan luka patah hatinya.

Karena sesaat setelah titik terakhir pada cerita ini kububuhkan, mungkin sakitku sudah perlahan sembuh.


Sekarang katakan padaku, Sayang..


Apakah permintaanku ini terdengar muluk bagimu? 



Magetan, 22 Agustus 2014
11:46 WIB
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar