Jumat, Januari 24, 2014

tentang menyetia pada yang tak bisa dipercaya.

"Pernah merindukan seseorang dengan sangat?"

Pertanyaan ini membuka pagiku hari ini. Maka ku anggukkan kepala dengan cepat sebagai jawaban. Kemudian ia justru menanggapinya dengan tertawa.
Setelah itu kami mengobrol banyak. Bertukar cerita satu sama lain selama berjam-jam. Sampai akhirnya ia tiba pada kisah cintanya.
Kisah yang ia sendiri tak tahu bagaimana prolog-nya. Tak tahu, bagaimana pula cara menuliskan epilog-nya, kelak.

Ia hanya mengatakan, bahwa ia lakon yang sedang berusaha setia.
Gantian aku yang tertawa.
"Pada apa kamu menyetia?"
Tanyaku pada akhirnya.

"Pada apa, yang janjinya untuk menyetia tak begitu mampu ku percaya.."
Lagi-lagi jawabannya membuat keningku berkerut. Sungguh, aku tak tahu seperti apa jalan pikir orang ini.
Menyetia, tapi pada orang yang tak bisa ia percaya.
Lalu buat apa?

Ia tak banyak menjelaskan sosok yang dimaksudnya tadi. Hanya saja ia menceritakan bahwa justru ketidakpercayaannya itulah yang membuatnya mau setia.
Aku masih tak paham.

"Kalau kamu merindukan seseorang, dan satu-satunya hal yang kamu bisa adalah cukup dengan merindukannya, apa kamu masih mau melakukannya?"
Tanyanya sekali lagi.

"Tentu saja. Kadang, sudah mampu merindukan saja rasanya lebih dari cukup.."
Jawabku.

"Nah, sama halnya dengan ketika kamu hanya bisa menyetia. Bahkan pada apa-apa yang janjinya tak lagi bisa kamu percaya --bukan karena dia tak lagi setia, bukan itu, tapi lebih karena kalian sendiri sama-sama tak tahu tentang apa yang harus kalian miliki selain setia pada apa-apa yang tak nyata itu.."

"Tidak semua yang bisa kita percaya itu setia. Sama halnya dengan apa yang tidak bisa kita percaya, yang justru menjadi satu-satunya alasan dan kekuatan kita untuk tetap setia.."

"Jadi soal akhirnya, kalian hanya mempercayai semesta?"
Tanyaku sekali lagi. Masih teramat penasaran pada jalan pikiran orang ini.

"Justru semesta yang sedang mempercayai kami. Karena pada suatu saatnya nanti, ia pasti akan menagih janji. Apakah kami mampu menemukan jalan kembali atau tidak.."

"Kalau tidak?"
Ucapku cepat.

"Kalau tidak, ya biar saja, toh setidaknya kami sudah mencoba, kan?"
Jawabannya masih saja tenang.

"Ku doakan kalian mampu memenuhi kepercayaan semesta itu dan saling menemukan..
Aku percaya, kalian dipilih semesta untuk dipersulit bukannya tanpa tujuan."

Kami berdua mengakhiri obrolan tadi dengan secangkir kopi.
Sekilas aku melihatnya tertawa pada langit. Seolah sedang berterima kasih dengan caranya sendiri.
Dan tanpa sadar aku mengikutinya.
"Jika memang semua harus tepat pada tempatnya, tentu Tuhan punya cara sendiri untuk mempertemukanku kembali dengan Saga. Entah suatu hari nanti.."

Kami berdua saling menoleh dan mendapati diri masing-masing sedang tertawa.
Kami, dua wanita yang sedang dipercaya semesta, berusaha saling melempar tawa, meski tahu. Apa yang tersimpan, tak sebaik kelihatannya.


Pare, 24 Januari 2014
22 : 18 WIB

1 komentar:

  1. "kalian dipilih semesta untuk dipersulit bukannya tanpa tujuan" ^^
    simpel tapi ngena hehe

    BalasHapus