Ini hanya cerita sederhana.
Cerita tentang aku, dan tentang
seseorang dari sebuah tempat di kota Tulungagung.
Cerita ini hanya tentang tiga
hari lebih delapan belas jam yang pernah mempertemukan kami di dalam sebuah
atmosfer aneh tanpa nama.
Cerita ini tidak memiliki awal
yang bisa kusebut menarik, juga bukan awal yang bisa dilabeli dengan kata
istimewa. Namun entah kenapa, sejak awal aku selalu menamainya dengan kata ;
mengesankan.
Cerita ini hanya tentang aku yang
terkesan dengan seseorang yang memakai kaos putih dan celana panjang hitam pada
sore hari itu. Seseorang yang awalnya seolah tidak menganggapku ada, juga
seseorang yang tidak kuanggap ada. Namun segala anggapan itu berubah drastis.
Tahu kenapa?
Aku mengaku. Ya, kami saling
mengunci pandang satu sama lain. Untuk pertama kalinya, bahkan semenjak
sembilan jam pertemuan kami.
Sederhana memang. Tetapi harus
sekali lagi ku akui, aku ini adalah tipe orang yang teramat sangat menyukai
hal-hal romantis berbau novel atau film semacam itu.
Untuk pertama kalinya semenjak
sembilan jam itu, aku dan dia seolah sama-sama saling mencatat keberadaan
masing-masing. Aku mencatat wajahnya dengan rapi di dalam ingatan, merekam
gerakannya mengeringkan wajah dan rambut dengan handuk putihnya, sekaligus
merekaulang bagaimana caranya menatap.
Entah apakah ia melakukan hal
yang sama denganku atau tidak, aku tak tahu pasti. Karena setelah itu yang
masing-masing kami lakukan adalah justru saling memalu apabila salah satu dari
kami terpergok sedang mencuri pandang.
Dan setelah bosan hanya saling
memandang dari kejauhan, aku mulai melatih rasaku. Melatih setiap kepekaan yang
telah diciptakan Tuhan sekedar untuk saling menyampaikan maksud hati, sekedar
untuk saling menebak nama, entah itu melalui isyarat mata ataukah melalui kata
tanpa suara.
Maka perlahan seluruh geraknya
telah menjadi sebuah irama tersendiri yang tak pernah lepas dari indera-ku.
Tentang dia,
Yang berhasil menyita hampir
seluruh perhatianku sesaat sebelum shalat jamaah Subuh dilakukan. Dia yang
dengan sangat tenangnya mengucapkan doa wudhu di tempat yang dapat terjangkau
oleh pandanganku dengan amat mudah. Juga tentang dia yang tanpa banyak bicara
segera mengambil shaf paling depan, tepat di arah yang sama dengan tempat
shalatku, lantas mendirikan shalat sunnah Tahiyatul Masjid-nya, dua rakaat
tanpa cela. Dan masih tentang dia, yang sempat tertangkap mataku sedang
membersihkan tempat sujudnya, membuatku benar-benar kehabisan kata untuk memuji
betapa ia memperhatikan hubungannya dengan Tuhan kami, Allah SWT.
Tentang dia,
Yang selalu berjalan degan
tenang, yang selalu melukiskan ekspresi yang sama di wajahnya, yang menciptakan
pesona tersendiri tiap kali selesai wudhu.
Tentang dia,
Yang mendadak terlihat manja tiap
kali berada di dekat ibu dan adik perempuannya. Yang terlihat kekanakan saat
tertidur dengan bantal pink di lehernya. Yang tidak banyak protes saat harus
membawa banyak sekali bantal dan boneka ke dalam bis. Ya, boneka itu memang milik
adik perempuannya, sekaligus boneka yang juga dipeluknya saat tidur.
Kali ini, bolehkah cerita ini ku usaikan
dari kalian? Ssst.. Aku hanya ingin gantian mengajaknya bicara..
Untukmu,
Seseorang dengan kemeja berwarna
abu-abu kecokelatan,
Maaf jika perjalanan singkat itu
membuat penggemarmu bertambah satu. Yaitu aku, seseorang yang dengan teramat
beraninya mengirimimu surat cinta semacam ini.
Untukmu, seseorang dengan tas
selempang kecil berwarna hitam,
Ini kedengaran sedikit gila
memang. Kita baru saling bertemu, dan hanya bersama selama tiga hari, tetapi
kenapa aku bisa se-kehilangan itu sesaat setelah kamu turun dari bus di
Purwokerto sore itu?
Membuatku hampir semalam itu
diam-diam melelehkan airmata karena begitu sakitnya melihat punggungmu bergerak
menjauh.
Membuatku teramat kehilangan
semangat untuk melanjutkan perjalanan yang
sebenarnya hanya tinggal dua hari itu.
Sekali lagi, aku minta maaf
karena begitu lancangnya menuliskan kalimat-kalimat tak pantas macam ini,
tetapi aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya meredamkan seluruh perasaan
yang tiba-tiba saja kulamatkan untuk sosokmu itu. Aku sendiri bahkan hampir
kehabisan cara untuk menghabiskan seluruh kesan yang kamu tinggalkan cukup
dalam pada perasaan dan ingatan-ku.
Rasa-rasanya khayalan-ku juga
sudah teramat tinggi, membubungkan percikan perasaan aneh yang sempat kamu
ajarkan untukku sejak hari pertama pertemuan kita saat itu.
Untukmu, seseorang yang kupotret
diam-diam di ponsel,
Aku sangat bahagia bisa mendapati
sosokmu hadir di dalam perputaran takdirku.
Kamu yang berhasil membuatku
sedang berada di dalam novel, ketika kita menyeberang danau itu dengan perahu
yang berlainan, namun tempat duduk kita saling berseberangan.
Kamu yang menoleh malu-malu, dan
aku yang berpura-pura memandangi hutan indah di tengah danau (tepat di sebelah
kananmu), membuatku bisa mengawasimu diam-diam dengan alasan melihat kelelawar
yang menggantung di dahan-dahan pohon hutan.
Aku juga bahagia, saat
sekembalinya kita dari tempat itu dan menyeberangi kembali danau yang sama,
kamu akhirnya berpindah ke perahu yang sama denganku. Meskipun saat itu kamu
duduk di bangku paling depan, dan aku duduk di bangku paling belakang.
Lebih bahagia lagi, ketika
tiba-tiba kamu menoleh ke belakang, entah untuk melihat apa. Karena
satu-satunya hal yang dapat kucatat adalah, kamu yang langsung menghadap ke
arah depan kembali begitu mata kita bertemu pada beberapa detiknya.
Mungkin kamu tidak tahu, bahwa
adegan sederhana yang teramat singkat itu, bahkan mampu membuat perasaanku
perlahan menghangat. Seolah mengabaikan dingin menusuk tulang yang sejak malamnya
membuatku hampir sedikit sulit tidur.
Tetapi entah bagimana, keberadaan
kamu seolah bisa merubah semua perasaan itu dengan serta merta. Sekaligus
dengan cara yang tidak bisa kusebutkan apa namanya.
Tentang kamu yang tidak juga
mendahului langkah yang sudah kulambatkan, ketika tanpa sengaja kamu berjalan
di belakangku saat di pasar pagi kali itu. Dan kamu justru memilih mengobrol
dengan sepupumu, juga ikut menimpali obrolan ringan berbumbu canda dari
keponakan kecilmu. Sungguh, aku diam-diam mencatat dengan rapi semua detil itu,
sekaligus dengan tanpa sadar sengaja menikmati suasana berkesan itu.
Masih untukmu,
Seseorang yang membuatku sendiri juga ragu, apakah saat ini kamu
sendiri sedang memikirkan hal yang sama denganku atau tidak,
Yang akhir-akhir ini membuatku
terpaksa mengakui sebuah tanya ; apakah surat ini kubuat hanya untuk menghibur
diri? Bahwa teramat mungkin jika apa yang kurasakan untukmu hanya akan memantul
balik tanpa memperoleh balasan yang sama.
Dan bahwa teramat mungkin jika
surat ini juga tidak akan pernah terbaca oleh kamu.
Tidak juga sampai ke tangan-mu.
Dan masih juga untuk kamu,
Seseorang yang akhirnya ku
ketahui namanya sesaat sebelum turun dari bus,
Seseorang yang ternyata adalah
seorang calon dokter,
Seseorang yang namanya mendadak
sering kusebut dalam doa,
Seseorang yang diam-diam kulamuni
dan kuharapkan kedatangannya di masa depan nanti,
Bolehkah jika kukatakan aku
menyukaimu?
Dariku, seseorang yang selalu
berdoa supaya Tuhan tidak menghabiskan takdir pertemuan itu hanya sampai hari
ini saja.
Salam kenal,
Nindya
(untuk seseorang pemilik nama ***** )
:)
19012013 01:07 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar