Rabu, Januari 23, 2013

Surat untuk Calon Dokter


Ini hanya cerita sederhana.
Cerita tentang aku, dan tentang seseorang dari sebuah tempat di kota Tulungagung.
Cerita ini hanya tentang tiga hari lebih delapan belas jam yang pernah mempertemukan kami di dalam sebuah atmosfer aneh tanpa nama.

Cerita ini tidak memiliki awal yang bisa kusebut menarik, juga bukan awal yang bisa dilabeli dengan kata istimewa. Namun entah kenapa, sejak awal aku selalu menamainya dengan kata ; mengesankan.

Cerita ini hanya tentang aku yang terkesan dengan seseorang yang memakai kaos putih dan celana panjang hitam pada sore hari itu. Seseorang yang awalnya seolah tidak menganggapku ada, juga seseorang yang tidak kuanggap ada. Namun segala anggapan itu berubah drastis. Tahu kenapa?
Aku mengaku. Ya, kami saling mengunci pandang satu sama lain. Untuk pertama kalinya, bahkan semenjak sembilan jam pertemuan kami.
Sederhana memang. Tetapi harus sekali lagi ku akui, aku ini adalah tipe orang yang teramat sangat menyukai hal-hal romantis berbau novel atau film semacam itu.
Untuk pertama kalinya semenjak sembilan jam itu, aku dan dia seolah sama-sama saling mencatat keberadaan masing-masing. Aku mencatat wajahnya dengan rapi di dalam ingatan, merekam gerakannya mengeringkan wajah dan rambut dengan handuk putihnya, sekaligus merekaulang bagaimana caranya menatap.
Entah apakah ia melakukan hal yang sama denganku atau tidak, aku tak tahu pasti. Karena setelah itu yang masing-masing kami lakukan adalah justru saling memalu apabila salah satu dari kami terpergok sedang mencuri pandang.
Dan setelah bosan hanya saling memandang dari kejauhan, aku mulai melatih rasaku. Melatih setiap kepekaan yang telah diciptakan Tuhan sekedar untuk saling menyampaikan maksud hati, sekedar untuk saling menebak nama, entah itu melalui isyarat mata ataukah melalui kata tanpa suara.
Maka perlahan seluruh geraknya telah menjadi sebuah irama tersendiri yang tak pernah lepas dari indera-ku.


Tentang dia,
Yang berhasil menyita hampir seluruh perhatianku sesaat sebelum shalat jamaah Subuh dilakukan. Dia yang dengan sangat tenangnya mengucapkan doa wudhu di tempat yang dapat terjangkau oleh pandanganku dengan amat mudah. Juga tentang dia yang tanpa banyak bicara segera mengambil shaf paling depan, tepat di arah yang sama dengan tempat shalatku, lantas mendirikan shalat sunnah Tahiyatul Masjid-nya, dua rakaat tanpa cela. Dan masih tentang dia, yang sempat tertangkap mataku sedang membersihkan tempat sujudnya, membuatku benar-benar kehabisan kata untuk memuji betapa ia memperhatikan hubungannya dengan Tuhan kami, Allah SWT.

Tentang dia,
Yang selalu berjalan degan tenang, yang selalu melukiskan ekspresi yang sama di wajahnya, yang menciptakan pesona tersendiri tiap kali selesai wudhu.

Tentang dia,
Yang mendadak terlihat manja tiap kali berada di dekat ibu dan adik perempuannya. Yang terlihat kekanakan saat tertidur dengan bantal pink di lehernya. Yang tidak banyak protes saat harus membawa banyak sekali bantal dan boneka ke dalam bis. Ya, boneka itu memang milik adik perempuannya, sekaligus boneka yang juga dipeluknya saat tidur.


Kali ini, bolehkah cerita ini ku usaikan dari kalian? Ssst.. Aku hanya ingin gantian mengajaknya bicara..

Untukmu,
Seseorang dengan kemeja berwarna abu-abu kecokelatan,
Maaf jika perjalanan singkat itu membuat penggemarmu bertambah satu. Yaitu aku, seseorang yang dengan teramat beraninya mengirimimu surat cinta semacam ini.

Untukmu, seseorang dengan tas selempang kecil berwarna hitam,
Ini kedengaran sedikit gila memang. Kita baru saling bertemu, dan hanya bersama selama tiga hari, tetapi kenapa aku bisa se-kehilangan itu sesaat setelah kamu turun dari bus di Purwokerto sore itu?
Membuatku hampir semalam itu diam-diam melelehkan airmata karena begitu sakitnya melihat punggungmu bergerak menjauh. 

Membuatku teramat kehilangan semangat untuk melanjutkan perjalanan  yang sebenarnya hanya tinggal dua hari itu.
Sekali lagi, aku minta maaf karena begitu lancangnya menuliskan kalimat-kalimat tak pantas macam ini, tetapi aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya meredamkan seluruh perasaan yang tiba-tiba saja kulamatkan untuk sosokmu itu. Aku sendiri bahkan hampir kehabisan cara untuk menghabiskan seluruh kesan yang kamu tinggalkan cukup dalam pada perasaan dan ingatan-ku.
Rasa-rasanya khayalan-ku juga sudah teramat tinggi, membubungkan percikan perasaan aneh yang sempat kamu ajarkan untukku sejak hari pertama pertemuan kita saat itu.

Untukmu, seseorang yang kupotret diam-diam di ponsel,
Aku sangat bahagia bisa mendapati sosokmu hadir di dalam perputaran takdirku.
Kamu yang berhasil membuatku sedang berada di dalam novel, ketika kita menyeberang danau itu dengan perahu yang berlainan, namun tempat duduk kita saling berseberangan.
Kamu yang menoleh malu-malu, dan aku yang berpura-pura memandangi hutan indah di tengah danau (tepat di sebelah kananmu), membuatku bisa mengawasimu diam-diam dengan alasan melihat kelelawar yang menggantung di dahan-dahan pohon hutan.

Aku juga bahagia, saat sekembalinya kita dari tempat itu dan menyeberangi kembali danau yang sama, kamu akhirnya berpindah ke perahu yang sama denganku. Meskipun saat itu kamu duduk di bangku paling depan, dan aku duduk di bangku paling belakang.
Lebih bahagia lagi, ketika tiba-tiba kamu menoleh ke belakang, entah untuk melihat apa. Karena satu-satunya hal yang dapat kucatat adalah, kamu yang langsung menghadap ke arah depan kembali begitu mata kita bertemu pada beberapa detiknya.
Mungkin kamu tidak tahu, bahwa adegan sederhana yang teramat singkat itu, bahkan mampu membuat perasaanku perlahan menghangat. Seolah mengabaikan dingin menusuk tulang yang sejak malamnya membuatku hampir sedikit sulit tidur.
Tetapi entah bagimana, keberadaan kamu seolah bisa merubah semua perasaan itu dengan serta merta. Sekaligus dengan cara yang tidak bisa kusebutkan apa namanya.
Tentang kamu yang tidak juga mendahului langkah yang sudah kulambatkan, ketika tanpa sengaja kamu berjalan di belakangku saat di pasar pagi kali itu. Dan kamu justru memilih mengobrol dengan sepupumu, juga ikut menimpali obrolan ringan berbumbu canda dari keponakan kecilmu. Sungguh, aku diam-diam mencatat dengan rapi semua detil itu, sekaligus dengan tanpa sadar sengaja menikmati suasana berkesan itu.

Masih untukmu,
Seseorang yang membuatku  sendiri juga ragu, apakah saat ini kamu sendiri sedang memikirkan hal yang sama denganku atau tidak,
Yang akhir-akhir ini membuatku terpaksa mengakui sebuah tanya ; apakah surat ini kubuat hanya untuk menghibur diri? Bahwa teramat mungkin jika apa yang kurasakan untukmu hanya akan memantul balik tanpa memperoleh balasan yang sama.
Dan bahwa teramat mungkin jika surat ini juga tidak akan pernah terbaca oleh kamu.
Tidak juga sampai ke tangan-mu.


Dan masih juga untuk kamu,
Seseorang yang akhirnya ku ketahui namanya sesaat sebelum turun dari bus,
Seseorang yang ternyata adalah seorang calon dokter,
Seseorang yang namanya mendadak sering kusebut dalam doa,
Seseorang yang diam-diam kulamuni dan kuharapkan kedatangannya di masa depan nanti,
Bolehkah jika kukatakan aku menyukaimu?




Dariku, seseorang yang selalu berdoa supaya Tuhan tidak menghabiskan takdir pertemuan itu hanya sampai hari ini saja.
Salam kenal,
Nindya


(untuk seseorang pemilik nama ***** )
 :)
19012013 01:07 WIB


Tidak ada komentar:

Posting Komentar