Ketika mulai kesulitan
menceritakan apa, mungkin ada baiknya jika menceritakan siapa.
Ku awali lembar cerita
ini dengan kalimat berhiaskan salam. Yang kuulaskan, berharap mampu menghangati
setiap jengkal kesendirian yang mungkin beberapa hari ini melingkupi pendarmu.
Padamu, seorang teman,
ku harap kau selalu dilingkupi ‘baik-baik saja’ tiap kali ku sempatkan bertanya
‘apa kabar?’. Sekalipun tak sempat saling bertatap muka, aku tahu, kau sedang
bahagia sekarang. Tanpaku, lebih jelasnya.
Hari ini, entah tepat
hari ke berapa aku tak mendapatimu ada. Entah minggu ke berapa, aku tak lagi
mendapati pesan-pesanmu terbaris rapi, sekadar melempar canda khas kita, atau
mungkin pesan panjang yang menceritakan banyak kata-kata. Dulu, semua itu
selalu ada.
Entahlah, bahkan kata
‘dulu’ pun rasanya semakin samar dan asing di telingaku.
Apa kabarmu hari ini?
Ku minta kau bahagia.
Sekaligus baik-baik
saja, tanpa ada cela. Tanpa dusta.
Ada cerita apa di balik
hari sibukmu? Masihkah laki-laki penuh janji itu mengumbar manis katanya
padamu? Masihkah gula-gula warna merah muda itu menjadi kesukaanmu? Ataukah
justru tak lagi ada teh hangat yang tiap pagi tersuguh manis di meja-mu?
Lama sekali rasanya tak
mendengar celotehmu. Tak mendengar keluh kesah penyakit pusing-pusingmu.
Dan kau, tak adakah
yang berbeda pada hari, jam, menit, juga detikmu?
Masihkah kau mendapati
senyum lebar yang sama, seolah senyumku yang tak pernah ingin libur menyambut
setiap pagimu?
Ku harap masih.
Maaf jika mengganggumu.
Maaf jika mengganggu
segala bentuk sibukmu.
Ku harap kali ini kau
membacanya.
Tentang aku yang
merindu.
Pada seulas senyum
manis seorang sahabat yang tak pernah ingkar janji. Yang mengatakan akan selalu
ada, sesering apapun kuucap namanya. Seberisik apapun ku ganggu tidurnya.
Darimu,
Aku selalu rindu.
Padamu.
Entah kau, entah kamu,
dia, mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar