Senin, Juli 22, 2013

Project with Fatur #1



Point of view : Woman

Sekali lagi gadis itu mengecek bajunya, sekadar merapikan cardigan cream yang sebenarnya sudah melekat manis di tubuhnya. Perhatiannya beralih kepada rambut lurus panjangnya, entah harus digerai tanpa pemanis sedikitpun, ataukah harus dikuncir tinggi agar membuatnya terlihat lebih segar.

Ia mengatur nafasnya dengan sedikit susah payah. Hari ini akan ada sebuah momen aneh sekaligus langka yang akan terjadi di dalam sejarah hari-nya. 

Pergi makan malam dengan Brian.

Ya, Brian. Teman kuliahnya yang selama ini mencatat predikat “The most unpredictable person” di kelasnya. Sebenarnya ia bukan golongan laki-laki berandalan atau semacam sosok misterius yang lebih suka duduk di pojokan kelas. Bagi Marsha, Brian hanyalah sosok yang selalu punya dua sisi. Air sekaligus api. Sedikit tengil sekaligus menenangkan dalam sekali waktu. 

Tetapi untuk kali pertama—sejak satu semester mereka kuliah di jurusan dan kelas yang sama—Marsha mendapatkan permintaan langka dari anak itu.

Setelah memastikan bahwa penampilannya malam ini tidak terlihat berlebihan, sekaligus tidak juga terlihat lusuh. Marsha memutuskan untuk segera berangkat ke tempat yang ia janjikan dengan laki-laki itu.

Sepanjang perjalanan, Marsha tidak henti-hentinya merapal doa. Berharap dengan begitu ia tidak perlu tiba dihadapan Brian dalam keadaan gugup. 

Kurang dari setengah jam Marsha sudah menginjakkan kakinya di restoran tempatnya membuat janji dengan Brian. Gadis itu buru-buru masuk dan mencari dimana Brian sudah menunggunya kali itu.

Ia menyusuri hampir seisi ruangan dengan kedua matanya, sampai akhirnya pandangannya jatuh tepat kearah sudut ruangan. Dimana sosok yang dikenalinya (karena ia adalah Brian), sekaligus sosok yang membuatnya pangling—atau lebih tepatnya ; terpesona—sesaat (karena begitu rapinya anak itu berdandan malam ini).

“Bri.. Sudah lama nunggu?” 

Marsha memutuskan untuk menghampiri Brian terlebih dulu karena sepertinya ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Marsha kali itu.

Seketika mata mereka berhenti dalam satu titik. Dan jika boleh mengakui, baru kali ini Marsha melihat mata Brian. Benar-benar melihat mata bulat itu dari jarak yang hampir tidak pernah ia dapati sebelumnya. Cokelat muda. Satu hal yang Marsha catat sebagai warna iris mata laki-laki itu, sebelum ia memutuskan untuk tersenyum dan mengendalikan detak jantungnya yang mempercepat frekuensinya tanpa ijin.

“Belum kok. Duduk dulu aja, Sha..”

Marsha mencatat banyak perbedaan dari penampilan Brian malam ini. Kemejanya. Sepatunya. Wajahnya. Rambutnya, dan jika masih boleh ditambah, Marsha bahkan bisa mencium bau parfum segar yang dikenakan oleh laki-laki itu. Membuat pipinya menghangat seketika.

Mungkin ini terlalu cepat disimpulkan. Sekaligus terlalu cepat untuk memberikan nama pada perasaan yang mendadak menyerbu hatinya kali ini. Perasaan janggal, sekaligus menyenangkan yang bahkan belum pernah dibayangkannya untuk muncul akibat keberadaan sosok Brian.

Tetapi Marsha berkali-kali meyakinkan. Ia tidak mungkin jatuh cinta secepat ini pada sosok Brian. Ya, tidak mungkin hal itu terjadi. Tidak mungkin.. atau, belum mungkin?
Entahlah. Karena pelayan restoran sudah terlebih dulu datang dan mengacaukan segala macam prasangka yang mulai terbangun di dalam benak Marsha. Tentang Brian.





PS : Sip, awal yang bagus Tur buat part-mu. Semoga part-ku ini cukup bisa membantu kelanjutan ceritanya ya. Happy writing too !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar