Aku menatapnya. Sekali
lagi di dalam hening yang kami ciptakan sendiri.
Ia masih diam, membuang
jauh tatap matanya melewati tatapanku yang berusaha mencari manik matanya.
Terlihat sekali ia
sedang menghindari tatapanku.
Menghindari apa yang dulu selalu menjadi
tempatnya berlama-lama. Sekadar menatap, menyimpul senyum tanpa banyak mengucap
kata.
Gerimisi mulai turun.
Menjatuhkan titit-titik airnya pelan, seolah ikut meramaikan keheningan yang masih saja berkuasa sejak
beberapa menit terakhir kami berdua disini.
“Pindah
kesini, nanti kamu basah..”
Ucapnya pelan, memecah
udara kosong yang menggantung diam didepanku.
Aku tak bergeming,
masih terlampau takjub pada debar yang mendadak muncul hanya karena mendengar
suaranya.
Tiba-tiba tangannya
menarik sikuku. Menarikku duduk disampingnya, menghindari titik hujan yang
menderas di bagian dudukku tadi.
“Mau
minum hangat?”
Tawarku mencoba
menghindari debar yang semakin keras itu. Duduk disampingnya pasti hanya akan
menambah kelu lidahku yang sedari tadi kehilangan kemampuan berucapnya.
“Nggak
usah. Kamu duduk manis aja, bisa?”
Ia menjawab singkat,
seolah memerintah.
Dan entah bagaimana,
toh aku menurutinya juga. Kembali duduk dan tentu saja, kembali berdebar.
“Semoga
aja hujannya makin deras..”
Ucapmu pelan, lebih
kepada dirimu sendiri, membuatku menoleh sambil mengernyitkan dahi. Takut salah
dengar.
“Iya,
aku berharap hujannya awet jadi aku nggak perlu kemana-mana selain disini
aja..”
Kali ini jawabanmu
mengundang tawaku. Membuat hening yang tadi tertawa berkuasa, mendadak pergi
karena kalah telak.
“Aku
juga seneng kalau kamu nggak kemana-mana..”
Jawabku ringan.
Meringankan sendiri debar yang makin lama justru makin meliar itu. Kali ini
kamu tak membalasnya dengan tawa.
“Aku
kangen banget sama kamu..”
Aku diam. Kehabisan
aksara bahkan meski hanya untuk menjawab “Aku juga..”
Aku hanya terlampau
takjub. Terlampau takut kalau-kalau kamu mampu menangkap debar yang pastinya
akan menjelma menjadi getar dalam suaraku.
“Nggak
ada balasan nih jadinya?”
Sekali lagi aku tersenyum.
Masih juga tak tahu harus menjawab apa atas ungkapanmu yang sebenarnya cukup
sederhana.
“Kangenku
buatmu lebih dari banget, susah nyari kata-katanya..”
Kali ini kamu yang
terlihat takjub.
Membuatku diam-diam
menikmati detik dimana kamu menahan napas, detik dimana kamu tercengang sesaat,
dan detik dimana pada akhirnya kamu tersenyum lebar. Lega.
Perlahan tanganku
menghangat. Debarku bahkan makin menjadi meski aku tahu, ini bukan kali pertama
tanganmu menggenggamku.
Sekali lagi aku
menatapnya, lalu bergantian menatap tanganku yang tenggelam didalam
genggamannya.
Sekali lagi aku
menyadari. Aku hanya sedang jatuh cinta, pada sosoknya, untuk kesekian kalinya.
Tulungagung, 29 Maret
2015
23:35 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar