Senin, Mei 04, 2015

Debar



Aku menatapnya. Sekali lagi di dalam hening yang kami ciptakan sendiri.
Ia masih diam, membuang jauh tatap matanya melewati tatapanku yang berusaha mencari manik matanya.
Terlihat sekali ia sedang menghindari tatapanku. 

Menghindari apa yang dulu selalu menjadi tempatnya berlama-lama. Sekadar menatap, menyimpul senyum tanpa banyak mengucap kata.
Gerimisi mulai turun. Menjatuhkan titit-titik airnya pelan, seolah ikut meramaikan  keheningan yang masih saja berkuasa sejak beberapa menit terakhir kami berdua disini.

“Pindah kesini, nanti kamu basah..”

Ucapnya pelan, memecah udara kosong yang menggantung diam didepanku.
Aku tak bergeming, masih terlampau takjub pada debar yang mendadak muncul hanya karena mendengar suaranya.

Tiba-tiba tangannya menarik sikuku. Menarikku duduk disampingnya, menghindari titik hujan yang menderas di bagian dudukku tadi.

“Mau minum hangat?”

Tawarku mencoba menghindari debar yang semakin keras itu. Duduk disampingnya pasti hanya akan menambah kelu lidahku yang sedari tadi kehilangan kemampuan berucapnya.

“Nggak usah. Kamu duduk manis aja, bisa?”

Ia menjawab singkat, seolah memerintah.
Dan entah bagaimana, toh aku menurutinya juga. Kembali duduk dan tentu saja, kembali berdebar.

“Semoga aja hujannya makin deras..”

Ucapmu pelan, lebih kepada dirimu sendiri, membuatku menoleh sambil mengernyitkan dahi. Takut salah dengar.

“Iya, aku berharap hujannya awet jadi aku nggak perlu kemana-mana selain disini aja..”

Kali ini jawabanmu mengundang tawaku. Membuat hening yang tadi tertawa berkuasa, mendadak pergi karena kalah telak.

“Aku juga seneng kalau kamu nggak kemana-mana..”

Jawabku ringan. Meringankan sendiri debar yang makin lama justru makin meliar itu. Kali ini kamu tak membalasnya dengan tawa.

“Aku kangen banget sama kamu..”

Aku diam. Kehabisan aksara bahkan meski hanya untuk menjawab “Aku juga..”
Aku hanya terlampau takjub. Terlampau takut kalau-kalau kamu mampu menangkap debar yang pastinya akan menjelma menjadi getar dalam suaraku.

“Nggak ada balasan nih jadinya?”

Sekali lagi aku tersenyum. Masih juga tak tahu harus menjawab apa atas ungkapanmu yang sebenarnya cukup sederhana.

“Kangenku buatmu lebih dari banget, susah nyari kata-katanya..”

Kali ini kamu yang terlihat takjub.
Membuatku diam-diam menikmati detik dimana kamu menahan napas, detik dimana kamu tercengang sesaat, dan detik dimana pada akhirnya kamu tersenyum lebar. Lega. 

Perlahan tanganku menghangat. Debarku bahkan makin menjadi meski aku tahu, ini bukan kali pertama tanganmu menggenggamku.

Sekali lagi aku menatapnya, lalu bergantian menatap tanganku yang tenggelam didalam genggamannya.
Sekali lagi aku menyadari. Aku hanya sedang jatuh cinta, pada sosoknya, untuk kesekian kalinya.





Tulungagung, 29 Maret 2015
23:35 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar