Sabtu, Mei 02, 2015

Teruntuk Sosok di Ujung Jarak

"Jangan mengharapkanku dengan terlalu.."
Ucapmu tegas siang itu. Ucap yang pada akhirnya membangunkanku.
Ucap yang pada akhirnya menjadi satu-satunya yang kuingat sebelum pada akhirnya kau memutuskan untuk tak menolehku lagi.
Anggap saja aku yang terlalu bodoh untuk tak menjawab ucapmu sedikitpun.
Sebut aku malang karena tak cukup sanggup untuk sekadar mengizinkanmu berlalu.

Sayang,
mungkin aku hanya terlalu mencintaimu.
Putusku kala itu, sembari memandang punggungmu yang menjauh perlahan.
Entah kenapa, hari itu aku merasa siang berjalan teramat lambat.
Seolah ikut menemaniku perasaanku yang mendadak pekat karena langkah menjauhmu.

Sayang,
sebut aku munafik karena tak begitu sanggup menahan pergimu.
Walau jujur, kalau saja saat itu aku diperbolehkan berteriak, maka tak akan ragu aku meneriakkan namamu.
Berharap dengan cara itu kau mengurungkan niat.
Lalu membalikkan langkah.

Namun mungkin itu yang dinamakan takdir.
Karena pada cerita kita, yang ada hanyalah kau yang tetap pergi, dan aku yang tak sanggup menahanmu tinggal barang sedetik di sisi.

Dan sejak saat itu aku tahu, takdir selalu menjadi pemenang terbaik bagi seluruh kisah manusia.

Karena takdir pula yang pada akhirnya membawaku menemukanmu.
Sekali lagi, dalam sebuah waktu yang membayangkannya saja, aku tak berani.

Sayang,
kau boleh percaya atau tidak.
Apa yang tersimpan di bilik hatiku tak sedikit pun berubah.
Getar itu tetap menujumu.
Memintamu menjadi satu-satunya tuan yang diizinkannya kulimpahi rindu.

Sayang,
bibirku kelu.
Tergugu.
Kaku.
Bahkan hanya untuk kembali menyebut namamu.
Teramat rindu ternyata sesakit itu..


"Kau tak sedikit pun berubah.."
Ucapmu sambil tersenyum lebar.
Membuat hatiku yang semula hangat terpenuhi debar.

"Kau masih saja menjadi perempuanku yang tak mau mendengar kata-kataku.."
Kali ini tanganmu mengusap puncak kepalaku.
Mengalirkan kembali rindu yang sedari tadi cemburu pada tatap matamu.


Kali ini senyumku bercampur satu dengan sesuatu yang mengalir di dua belah pipiku.
Seolah memberitahumu, tak ada satupun aksara yang sanggup membungkus rinduku yang mencandu.

"Terima kasih sudah mengabaikan perintahku.."
Ucapmu di tengah tatap lekat yang menjadi satu-satunya milikku.

"Terima kasih sudah mau menungguku.."
Kali ini ucapmu sembari membimbing tanganku.
Tenggelam hangat di balik dua belah telapak tanganmu.


"Dan terima kasih karena kau masih ingat dan bersedia kembali.."
Kali ini kemampuanku untuk menjawabmu mendadak muncul.
Sekali lagi kau tertawa sumbang.
Tanpa sedikitpun melepas tatap lekatmu, dari kedua mataku.


"Padamu, aku didalam diriku selalu meminta kembali.."
Ucapmu tegas.
Melengkapi jawab pada pintaku yang tak sempat terucap.


"Jangan kemana-mana lagi. Tetaplah disini. Bersamaku.."






- semoga semua rindu bertemu pada rumahnya. menetap dan tak lagi beranjak kemana-mana. percayalah, jarak mungkin dibuat agar kita tak terlalu dekat. namun yang hebat, akan saling berpegang erat demi menunggunya terlipat.

Tulungagung, 00:30 WIB


*) teruntuk sosok diujung jarak, aku rindu padamu. selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar