Minggu, Agustus 12, 2012

Winter's


“Terserah apa yang kaupikirkan,” sela Keiko ringan, sudah terbiasa dengan Kazuto
yang suka bercanda dan berbicara seenaknya. 36

“Aku bahkan tidak akan bermimpi merayumu,” bantah Keiko di sela-sela tawanya.
“Bagiku kau hanya tetanggaku yang usil dan banyak omong.”39

Flu membuat orang gampang
mengantuk. Tanpa suara Kazuto pergi ke kamar tidur dan keluar dengan membawa
selimut tebal. Ia menyelimuti Keiko dengan hati-hati, lalu berdiri di sana dan merenung 40

“Kalau kau mau berterima kasih, traktir aku makan.”
“Oke, kutraktir makan gado-gado.”

“Gado... apa? Apa itu?” Kazuto terdengar ragu, tapi lalu cepat-cepat menambahkan,
“Tapi aku mau saja, asal memang bisa dimakan.” 43

Ternyata laki-laki itu tidak ingat padaku, pikir Keiko sedikit menyesal. Namun ia
bisa maklum. Tiga belas tahun bukan waktu yang singkat. Ia sendiri sudah melupakan
banyak hal yang pernah terjadi selama tiga belas tahun terakhir ini. Ia tentu saja masih
ingat pada Kitano Akira karena laki-laki itu adalah cinta pertamanya. Sedangkan bagi
Kitano Akira, Keiko mungkin hanya seorang gadis kecil yang butuh bantuan dalam
mencari kalungnya yang hilang. Sama sekali bukan sesuatu yang penting untuk diingat.46

“Ya, aku diizinkan pulang cepat karena flu. Biarkan aku masuk dulu. Dingin sekali
di koridor ini.” Keiko melepaskan sepatunya dan berganti mengenakan sandal Hello
Kitty yang tersedia di jajaran sepatu dan sandal di samping pintu. Tadi pagi sebelum
berangkat kerja, Keiko mampir lagi untuk menaruh sepasang sandal yang sudah lama
tidak dipakainya di apartemen Kazuto. Biar praktis saja, ia punya sandal ganti di
apartemen tetangganya itu.48

Nah, siapa yang menyangka ia bisa bertemu kembali dengan cinta
pertamanya setelah tiga belas tahun?49

Foto seorang wanita berambut panjang sebahu terpampang jelas di layar.49

Lalu foto berikutnya muncul dan Keiko tertegun. Kali ini wanita itu tidak sendirian
di dalam foto. Nishimura Kazuto juga ada di sana. Sepertinya foto itu diambil di
restoran. Mereka berdua duduk berdampingan dan tersenyum. Hanya saja si wanita
tersenyum ke arah kamera seperti foto-foto sebelumnya, sedangkan Kazuto tersenyum
memandang wanita itu. Dan itu bukan senyum biasa. Di dalam foto itu Kazuto
tersenyum seakan-akan... 50

Keiko mengangkat bahu serbasalah. Sebaiknya ia tidak berpura-pura bego. “Siapa
wanita itu?” tanyanya.
Kazuto menghampiri laptop dan mematikannya. “Wanita yang pernah kusukai,”
jawabnya.50

“Tapi menurutku Keiko-chan dan Kazuto cocok sekali.”
Keiko dan Haruka serentak menoleh ke arah suara bernada kecil dan ramah itu.
Nenek Osawa memandang mereka berdua sambil tersenyum cerah. Matanya
berkilat-kilat senang. “Bukankah begitu?”54

Keiko mengembuskan napas dan menggeleng-geleng lagi. “Tapi aku tidak punya
perasaan apa pun padanya. Aku tidak... menyukainya.”
“Siapa? Kazuto-san?”
Sebelum Keiko sempat menjawab pertanyaan Haruka itu, terdengar suara Nenek
Osawa menyela, “Jangan berkata begitu kalau kau sendiri tidak yakin, Keiko-chan.”
Keiko tertegun. Nah, apa maksudnya?
Nenek Osawa memandangnya dengan ramah dan senyum yang seakan
menyatakan ia tahu lebih banyak daripada Keiko sendiri. “Kita tidak mau mengatakan
sesuatu yang nantinya akan kita sesali, bukan?”55

Ia berjalan ke sakelar lampu. Sebelah tangannya memegang dinding supaya ia
tidak merasa tersesat dan tangan yang satu lagi menggapai sakelar lampu. Dengan
sekali jentikan, lampu kamar tidurnya pun padam.
Seketika itu juga Keiko mengerjap-ngerjapkan mata dan terkesiap. Langit-langit
kamar tidurnya bertabur bintang! Bintang-bintang besar dan kecil memancarkan nyala
kuning kehijauan yang samar. 58

Ia sudah sering memotret Keiko
dan kebanyakan dari foto itu diambil tanpa sepengetahuan gadis itu. Kalau Keiko tahu
Kazuto memotretnya, ia akan mengomel panjang-lebar tentang dirinya yang bukan
fotomodel dan tidak berniat menjadi fotomodel. 60

“Lalu Kazuto-san membuat orang itu lari terbirit-birit.”
Keiko menatap Kazuto lagi. “Bagaimana bisa?”
Masih Haruka yang menjawab, “Sabuk hitam karate.”
Alis Keiko terangkat. Kazuto menatapnya dan tersenyum lebar, lalu ia menggeleng.
“Tidak juga. Hanya sedikit-sedikit.” 67

Kazuto tertawa pendek. “Keiko-chan, aku baik-baik saja.” Melihat kening Keiko
yang berkerut tidak percaya, ia melanjutkan, “Sungguh! Atau kau mau aku membuka
baju untuk meyakinkanmu?”68



Kazuto mengembuskan napas panjang dan memasang tampang sedih. “Aku juga
ingin menghabiskan Natal di sana. Di sini sepi sekali, tidak ada yang menemaniku. Kau
juga akan pergi kencan dengan dokter itu. Tapi ternyata kakekku akan berangkat ke
New York malam ini.” Ia melirik Keiko sekilas. “Ngomong-ngomong, kenapa kau
belum bersiap-siap?” tanyanya, pura-pura tidak tahu-menahu soal kencan Keiko yang
dibatalkan.74

Dengan penasaran ia mengeluarkan sebuah kotak putih dan
membuka tutupnya. Matanya melebar melihat isi kotak itu. Sepasang sarung tangan
wol merah, topi wol merah, syal merah, dan penghangat telinga yang juga berwarna
merah. Masing-masing memiliki nama Keiko yang dijahit dengan benang berwarna
emas. Keiko mengenakan sarung tangan merah itu dan mengacungkan tangannya
untuk mengagumi rasanya yang lembut dan hangat. Ia juga mencoba topi, syal, dan
penghangat telinganya, lalu berlari ke kamar tidur dengan gembira untuk mematut diri
di depan cermin. Kazuto memiliki selera yang bagus, puji Keiko dalam hati. Ia
menepuk-nepuk pipinya dengan tangannya yang terbungkus sarung tangan sambil
tersenyum.77

Mendengar itu Keiko tersenyum manis dan bertanya, “Kazuto-san, kau mau
mengajakku ke sini lagi pada Hari Valentine nanti?”80

Kazuto mengembuskan napas pelan, baru sadar kalau ia menahan napas.
Pundaknya tiba-tiba terasa ringan. “Kalau begitu, aku akan mengajakmu ke sini lagi
pada Hari Valentine nanti.”81

Takemiya Shinzo tertawa. “Kau tidak mau mengenalkannya padaku?” tanyanya
dengan alis terangkat. “Setelah apa yang kulakukan untuk membantumu? Tadinya aku
heran kenapa kau tiba-tiba ingin meminjam mobilku. Tapi sekarang aku bisa mengerti.”83

“Oh ya, sudah pasti,” kata Keiko tegas, lalu mendesah keras. “Sebenarnya dulu aku
bercita-cita menjadi penari balet.”
“Lalu kenapa tidak jadi?”
Keiko tertawa malu. “Tubuhku tidak cukup lentur.”84

Keiko mendongak menatap Kazuto. Mengherankan sekali. Bagaimana laki-laki ini
tahu apa yang dipikirkannya? Keiko bertanya-tanya dalam hati apakah dirinya
memang bisa ditebak semudah itu.85

Sudah lama Keiko tidak
merasa begitu senang dan bersemangat mencoba sesuatu yang baru.86

“Apa yang membuatmu suka padanya? Kenapa dia bisa menjadi cinta pertamamu?”
“Oh, itu.” Keiko tersenyum dan merenung. 90

Jatuh cinta pada Kazuto? Keiko tidak pernah memikirkan hal itu. Ia belum tahu
bagaimana perasaannya, tapi saat ini suatu perasaan aneh yang menyenangkan timbul
dalam hatinya.92

Yuri masih terlihat sama seperti terakhir kali Kazuto melihatnya di New York.
Masih tetap cantik dengan rambut panjang sebahu dan gaya anggun seperti biasa.
Melihat Yuri membuat hati Kazuto terasa nyeri, membuktikan bahwa ia sama sekali
belum melupakan wanita itu.114

Akira melirik ke arah Kazuto yang sedang menatap mereka dengan penuh minat.
“Aku pernah bercerita tentang temanku yang mengalami kecelakaan buruk dan hilang
ingatan, bukan? Dialah orangnya. Nishimura Kazuto.”119

Keiko menatap tangan yang terulur itu dengan kening berkerut. Ini aneh sekali.
Orang yang berdiri di depannya ini adalah Kazuto, tapi juga bukan Kazuto. Apakah ia
sedang bermimpi? Tapi kenapa mimpi ini terasa nyata sekali?120

Keiko menoleh dan melihat seorang wanita anggn dengan rambut sebahu yang
dicat cokelat sudah berdiri di samping Kazuto. Keiko mengerjap. Wanita itu sepertinya
tidak asing.121

“Keiko, kau masih belum sadar atau tidak mau mengaku?” tanya Haruka setelah
mereka masuk ke apartemen.
“Apa maksud Oneesan?”
“Tentang perasaanmu pada Kazuto-san.”129

Tiba-tiba Keiko tersadar. Ia sudah melupakan sesuatu yang penting di sini.
Iwamoto Yuri. Wanita itu adalah wanita yang disukai Kazuto sejak dulu.136

Tidak ada jaminan untuk itu, putus Keiko dalam hati. Kazuto bisa saja tetap
berpaling ke arah Yuri. Bagaimanapun juga, wanita itu sudah begitu lama tersimpan di
sudut hati Kazuto.136

Tetapi Kazuto mendapati ada
sesuatu dalam dirinya sendiri yang berubah. Ia tidak lagi merasakan apa yang dulu
pernah dirasakannya setiap kali berada di dekat Yuri. Seharusnya ia sekarang merasa
bahagia karena Yuri sudah kembali bersamanya, tetapi kenyataannya Kazuto malah
mendapati dirinya memikirkan orang lain. Seseorang yang selalu melintas dalam
benaknya, seseorang yang tanpa sadar selalu dicari-carinya, seseorang yang membuat
perasaannya kacau-balau, seseorang dengan nama Ishida Keiko.139

Kalau diajak bicara, Keiko hanya akan menjawab dengan satu atau dua patah kata dan
langsung menghindar.139

Setelah berpikir sejenak dan melirik Keiko tetap diam, Kazuto memutuskan ia tidak
bisa membiarkan mereka pergi berdua saja. Tidak bisa. Dan Keiko tidak boleh terus
menghindari dirinya. Akhirnya ia tersenyum dan berkata, “Tentu saja. Aku juga sedang
tidak ada kesibukan.”142

Memikirkan semua yang pernah dialaminya bersama Kazuto kembali membuat
dadanya sesak. Keiko memalingkan wajah. Ini tidak sehat, pikirnya kesal. Menyadari
bahwa ia sudah menyukai Nishimura Kazuto hanya memperburuk keadaan. Ia sudah
memutuskan untuk melupakan perasaannya, mengubur dalam-dalam perasaannya
terhadap Kazuto. Setidaknya dengan begitu ia tidak akan merasa sakit hati.145

Ke mana
pun Kazuto pergi bersama Iwamoto Yuri sama sekali bukan urusannya. Kazuto bahkan
boleh membawa wanita itu ke ujung dunia kalau memang mau. Silakan saja, pikir
Keiko kesal.146

Ia benar-benar ingin tahu
bagaimana perasaannya terhadap Ishida Keiko sebelum ia hilang ingatan 149

Apa maksudnya? Keiko berusaha menahan
harapannya yang mulai melambung. Ia tidak ingin terlalu berharap. Harapan yang
dihempas kembali ke tanah akan terasa sangat menyakitkan. Tapi apa maksud laki-laki
itu? 152

Kazuto memejamkan mata, namun ia masih tetap tersenyum. “Dia lahir lima menit
setelah kakak kembarnya. Dia tidak bercita-cita menjadi model. Dia senang bekerja di
perpustakaan, suka membaca buku, suka mengomel dalam bahasa Indonesia, dan suka
menonton balet. Pikirannya juga suka melantur ke mana-mana. Dia takut gelap dan
tidak bisa memasang bola lampu...”187

Kazuto sambil menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Bukankah kau pernah
memintaku mengajakmu ke restoran favoritmu itu lagi pada Hari Valentine?”
“Ah, benar!” seru Keiko gembira, baru teringat soal janji itu. “Kazuto-san, ternyata
kau masih ingat. Jadi kita akan makan malam di sana?”
Kazuto mengangguk.205

“Kau tidak pernah memamerkan diri,” kata Keiko sambil menepuk pundak Kazuto.
“Malah kau salah satu orang paling rendah hati yang pernah kukenal.”206

Mereka melaju mulus di jalan raya. Keiko mengamati tangan Kazuto yang
memegang roda kemudi dengan ringan namun mantap. “Baru kali ini aku melihatmu
menyetir,” komentar Keiko. “Aku juga baru tahu kau bisa menyetir.”
Kazuto tersenyum. “Ha! Kau terkesan padaku.” Ia mengalihkan perhatiannya dari
jalanan untuk sesaat, menoleh ke arah Keiko. “Benar, kan? Benar?” 78

Tidak ada komentar:

Posting Komentar