“Terserah apa yang kaupikirkan,” sela Keiko ringan, sudah
terbiasa dengan Kazuto
yang
suka bercanda dan berbicara seenaknya. 36
“Aku bahkan tidak akan bermimpi merayumu,” bantah Keiko di
sela-sela tawanya.
“Bagiku
kau hanya tetanggaku yang usil dan banyak omong.”39
Flu membuat orang gampang
mengantuk. Tanpa suara Kazuto pergi ke kamar tidur dan keluar
dengan membawa
selimut
tebal. Ia menyelimuti Keiko dengan hati-hati, lalu berdiri di sana dan merenung
40
“Kalau kau mau berterima kasih, traktir aku makan.”
“Oke, kutraktir makan gado-gado.”
“Gado... apa? Apa itu?” Kazuto terdengar ragu, tapi lalu
cepat-cepat menambahkan,
“Tapi
aku mau saja, asal memang bisa dimakan.” 43
Ternyata laki-laki itu tidak ingat padaku, pikir Keiko sedikit
menyesal. Namun ia
bisa maklum. Tiga belas tahun bukan waktu yang singkat. Ia
sendiri sudah melupakan
banyak hal yang pernah terjadi selama tiga belas tahun terakhir
ini. Ia tentu saja masih
ingat pada Kitano Akira karena laki-laki itu adalah cinta
pertamanya. Sedangkan bagi
Kitano Akira, Keiko mungkin hanya seorang gadis kecil yang
butuh bantuan dalam
mencari
kalungnya yang hilang. Sama sekali bukan sesuatu yang penting untuk diingat.46
“Ya, aku diizinkan pulang cepat karena flu. Biarkan aku masuk
dulu. Dingin sekali
di koridor ini.” Keiko melepaskan sepatunya dan berganti
mengenakan sandal Hello
Kitty yang tersedia di jajaran sepatu dan sandal di samping
pintu. Tadi pagi sebelum
berangkat kerja, Keiko mampir lagi untuk menaruh sepasang
sandal yang sudah lama
tidak dipakainya di apartemen Kazuto. Biar praktis saja, ia
punya sandal ganti di
apartemen
tetangganya itu.48
Nah, siapa yang menyangka ia bisa bertemu kembali dengan cinta
pertamanya
setelah tiga belas tahun?49
Foto
seorang wanita berambut panjang sebahu terpampang jelas di layar.49
Lalu foto berikutnya muncul dan Keiko tertegun. Kali ini wanita
itu tidak sendirian
di dalam foto. Nishimura Kazuto juga ada di sana. Sepertinya
foto itu diambil di
restoran. Mereka berdua duduk berdampingan dan tersenyum. Hanya
saja si wanita
tersenyum ke arah kamera seperti foto-foto sebelumnya,
sedangkan Kazuto tersenyum
memandang wanita itu. Dan itu bukan senyum biasa. Di dalam foto
itu Kazuto
tersenyum
seakan-akan... 50
Keiko mengangkat bahu serbasalah. Sebaiknya ia tidak
berpura-pura bego. “Siapa
wanita itu?” tanyanya.
Kazuto menghampiri laptop dan mematikannya. “Wanita yang pernah kusukai,”
jawabnya.50
“Tapi menurutku Keiko-chan dan Kazuto cocok sekali.”
Keiko dan Haruka serentak menoleh ke arah suara bernada kecil
dan ramah itu.
Nenek Osawa memandang mereka berdua sambil tersenyum cerah.
Matanya
berkilat-kilat
senang. “Bukankah begitu?”54
Keiko mengembuskan napas dan menggeleng-geleng lagi. “Tapi aku
tidak punya
perasaan apa pun padanya. Aku tidak... menyukainya.”
“Siapa? Kazuto-san?”
Sebelum Keiko sempat menjawab pertanyaan Haruka itu, terdengar
suara Nenek
Osawa menyela, “Jangan berkata begitu kalau kau sendiri tidak
yakin, Keiko-chan.”
Keiko tertegun. Nah, apa maksudnya?
Nenek Osawa memandangnya dengan ramah dan senyum yang seakan
menyatakan ia tahu lebih banyak daripada Keiko sendiri. “Kita
tidak mau mengatakan
sesuatu
yang nantinya akan kita sesali, bukan?”55
Ia berjalan ke sakelar lampu. Sebelah tangannya memegang
dinding supaya ia
tidak merasa tersesat dan tangan yang satu lagi menggapai
sakelar lampu. Dengan
sekali jentikan, lampu kamar tidurnya pun padam.
Seketika itu juga Keiko mengerjap-ngerjapkan mata dan
terkesiap. Langit-langit
kamar tidurnya bertabur bintang! Bintang-bintang besar dan
kecil memancarkan nyala
kuning
kehijauan yang samar. 58
Ia sudah sering memotret Keiko
dan kebanyakan dari foto itu diambil tanpa sepengetahuan gadis
itu. Kalau Keiko tahu
Kazuto memotretnya, ia akan mengomel panjang-lebar tentang
dirinya yang bukan
fotomodel
dan tidak berniat menjadi fotomodel. 60
“Lalu Kazuto-san membuat orang itu lari terbirit-birit.”
Keiko menatap Kazuto lagi. “Bagaimana bisa?”
Masih Haruka yang menjawab, “Sabuk hitam karate.”
Alis Keiko terangkat. Kazuto menatapnya dan tersenyum lebar,
lalu ia menggeleng.
“Tidak
juga. Hanya sedikit-sedikit.” 67
Kazuto tertawa pendek. “Keiko-chan, aku baik-baik saja.”
Melihat kening Keiko
yang berkerut tidak percaya, ia melanjutkan, “Sungguh! Atau kau
mau aku membuka
baju
untuk meyakinkanmu?”68
Kazuto mengembuskan napas panjang dan memasang tampang sedih.
“Aku juga
ingin menghabiskan Natal di sana. Di sini sepi sekali, tidak
ada yang menemaniku. Kau
juga akan pergi kencan dengan dokter itu. Tapi ternyata kakekku
akan berangkat ke
New York malam ini.” Ia melirik Keiko sekilas. “Ngomong-ngomong,
kenapa kau
belum bersiap-siap?” tanyanya, pura-pura tidak tahu-menahu soal
kencan Keiko yang
dibatalkan.74
Dengan penasaran ia mengeluarkan sebuah kotak putih dan
membuka tutupnya. Matanya melebar melihat isi kotak itu.
Sepasang sarung tangan
wol merah, topi wol merah, syal merah, dan penghangat telinga
yang juga berwarna
merah. Masing-masing memiliki nama Keiko yang dijahit dengan
benang berwarna
emas. Keiko mengenakan sarung tangan merah itu dan mengacungkan
tangannya
untuk mengagumi rasanya yang lembut dan hangat. Ia juga mencoba
topi, syal, dan
penghangat telinganya, lalu berlari ke kamar tidur dengan
gembira untuk mematut diri
di depan cermin. Kazuto memiliki selera yang bagus, puji Keiko
dalam hati. Ia
menepuk-nepuk pipinya dengan tangannya yang terbungkus sarung
tangan sambil
tersenyum.77
Mendengar itu Keiko tersenyum manis dan bertanya, “Kazuto-san,
kau mau
mengajakku
ke sini lagi pada Hari Valentine nanti?”80
Kazuto mengembuskan napas pelan, baru sadar kalau ia menahan
napas.
Pundaknya tiba-tiba terasa ringan. “Kalau begitu, aku akan
mengajakmu ke sini lagi
pada
Hari Valentine nanti.”81
Takemiya Shinzo tertawa. “Kau tidak mau mengenalkannya padaku?”
tanyanya
dengan alis terangkat. “Setelah apa yang kulakukan untuk membantumu?
Tadinya aku
heran
kenapa kau tiba-tiba ingin meminjam mobilku. Tapi sekarang aku bisa mengerti.”83
“Oh ya, sudah pasti,” kata Keiko tegas, lalu mendesah keras.
“Sebenarnya dulu aku
bercita-cita menjadi penari balet.”
“Lalu kenapa tidak jadi?”
Keiko tertawa
malu. “Tubuhku tidak cukup lentur.”84
Keiko mendongak menatap Kazuto. Mengherankan sekali. Bagaimana
laki-laki ini
tahu apa yang dipikirkannya? Keiko bertanya-tanya dalam hati
apakah dirinya
memang
bisa ditebak semudah itu.85
Sudah lama Keiko tidak
merasa
begitu senang dan bersemangat mencoba sesuatu yang baru.86
“Apa yang membuatmu suka padanya? Kenapa dia bisa menjadi cinta
pertamamu?”
“Oh,
itu.” Keiko tersenyum dan merenung. 90
Jatuh cinta pada Kazuto? Keiko tidak pernah memikirkan hal itu.
Ia belum tahu
bagaimana perasaannya, tapi saat ini suatu perasaan aneh yang
menyenangkan timbul
dalam
hatinya.92
Yuri masih terlihat sama seperti terakhir kali Kazuto
melihatnya di New York.
Masih tetap cantik dengan rambut panjang sebahu dan gaya anggun
seperti biasa.
Melihat Yuri membuat hati Kazuto terasa nyeri, membuktikan
bahwa ia sama sekali
belum
melupakan wanita itu.114
Akira melirik ke arah Kazuto yang sedang menatap mereka dengan
penuh minat.
“Aku pernah bercerita tentang temanku yang mengalami kecelakaan
buruk dan hilang
ingatan,
bukan? Dialah orangnya. Nishimura Kazuto.”119
Keiko menatap tangan yang terulur itu dengan kening berkerut.
Ini aneh sekali.
Orang yang berdiri di depannya ini adalah Kazuto, tapi juga
bukan Kazuto. Apakah ia
sedang
bermimpi? Tapi kenapa mimpi ini terasa nyata sekali?120
Keiko menoleh dan melihat seorang wanita anggn dengan rambut
sebahu yang
dicat cokelat sudah berdiri di samping Kazuto. Keiko mengerjap.
Wanita itu sepertinya
tidak
asing.121
“Keiko, kau masih belum sadar atau tidak mau mengaku?” tanya
Haruka setelah
mereka masuk ke apartemen.
“Apa maksud Oneesan?”
“Tentang
perasaanmu pada Kazuto-san.”129
Tiba-tiba Keiko tersadar. Ia sudah melupakan sesuatu yang
penting di sini.
Iwamoto
Yuri. Wanita itu adalah wanita yang disukai Kazuto sejak dulu.136
Tidak ada jaminan untuk itu, putus Keiko dalam hati. Kazuto
bisa saja tetap
berpaling ke arah Yuri. Bagaimanapun juga, wanita itu sudah
begitu lama tersimpan di
sudut
hati Kazuto.136
Tetapi Kazuto mendapati ada
sesuatu dalam dirinya sendiri yang berubah. Ia tidak lagi
merasakan apa yang dulu
pernah dirasakannya setiap kali berada di dekat Yuri.
Seharusnya ia sekarang merasa
bahagia karena Yuri sudah kembali bersamanya, tetapi
kenyataannya Kazuto malah
mendapati dirinya memikirkan orang lain. Seseorang yang selalu
melintas dalam
benaknya, seseorang yang tanpa sadar selalu dicari-carinya,
seseorang yang membuat
perasaannya
kacau-balau, seseorang dengan nama Ishida Keiko.139
Kalau diajak bicara, Keiko hanya akan menjawab dengan satu atau
dua patah kata dan
langsung
menghindar.139
Setelah berpikir sejenak dan melirik Keiko tetap diam, Kazuto
memutuskan ia tidak
bisa membiarkan mereka pergi berdua saja. Tidak bisa. Dan Keiko
tidak boleh terus
menghindari dirinya. Akhirnya ia tersenyum dan berkata, “Tentu
saja. Aku juga sedang
tidak
ada kesibukan.”142
Memikirkan semua yang pernah dialaminya bersama Kazuto kembali
membuat
dadanya sesak. Keiko memalingkan wajah. Ini tidak sehat,
pikirnya kesal. Menyadari
bahwa ia sudah menyukai Nishimura Kazuto hanya memperburuk
keadaan. Ia sudah
memutuskan untuk melupakan perasaannya, mengubur dalam-dalam
perasaannya
terhadap
Kazuto. Setidaknya dengan begitu ia tidak akan merasa sakit hati.145
Ke mana
pun Kazuto pergi bersama Iwamoto Yuri sama sekali bukan
urusannya. Kazuto bahkan
boleh membawa wanita itu ke ujung dunia kalau memang mau.
Silakan saja, pikir
Keiko
kesal.146
Ia benar-benar ingin tahu
bagaimana
perasaannya terhadap Ishida Keiko sebelum ia hilang ingatan 149
Apa maksudnya? Keiko berusaha menahan
harapannya yang mulai melambung. Ia tidak ingin terlalu
berharap. Harapan yang
dihempas kembali ke tanah akan terasa sangat menyakitkan. Tapi
apa maksud laki-laki
itu?
152
Kazuto memejamkan mata, namun ia masih tetap tersenyum. “Dia
lahir lima menit
setelah kakak kembarnya. Dia tidak bercita-cita menjadi model.
Dia senang bekerja di
perpustakaan, suka membaca buku, suka mengomel dalam bahasa
Indonesia, dan suka
menonton balet. Pikirannya juga suka melantur ke mana-mana. Dia
takut gelap dan
tidak
bisa memasang bola lampu...”187
Kazuto sambil menoleh ke arahnya dan tersenyum. “Bukankah kau
pernah
memintaku mengajakmu ke restoran favoritmu itu lagi pada Hari
Valentine?”
“Ah, benar!” seru Keiko gembira, baru teringat soal janji itu.
“Kazuto-san, ternyata
kau masih ingat. Jadi kita akan makan malam di sana?”
Kazuto
mengangguk.205
“Kau tidak pernah memamerkan diri,” kata Keiko sambil menepuk
pundak Kazuto.
“Malah
kau salah satu orang paling rendah hati yang pernah kukenal.”206
Mereka melaju mulus di jalan raya. Keiko mengamati tangan
Kazuto yang
memegang roda kemudi dengan ringan namun mantap. “Baru kali ini
aku melihatmu
menyetir,” komentar Keiko. “Aku juga baru tahu kau bisa
menyetir.”
Kazuto tersenyum. “Ha! Kau terkesan padaku.” Ia mengalihkan
perhatiannya dari
jalanan
untuk sesaat, menoleh ke arah Keiko. “Benar, kan? Benar?” 78
Tidak ada komentar:
Posting Komentar