Senin, Desember 17, 2012

Cerita (yang sebaiknya) Bersambung

Masalah utama kita sebenarnya bukan ratusan kilometer yang membentang panjang dan menimbulkan jarak tak tersentuh itu, melainkan,
bagaimana saat aku berada disini, dan ketika kamu berada disana.
Ah, selalu begini ceritanya jika kita tidak saling memberi kabar, tidak saling bertukar sapa, dan tidak sering berbagi cerita, dimana kamu selalu memilih menjadi sosok angkuh yang tidak begitu suka mengumbar cerita, dan aku, yang awalnya selalu menyiapkan diri untuk menjadi tempatmu kembali, namun pada akhirnya merasa lelah juga.

Hampir satu minggu sudah yang berlalu semenjak kita kembali pada sikap egois itu. Meninggalkan cerita tentang kita yang dulu selalu tak bosan saling bercanda, sekaligus tak pernah alpa untuk memberi seulas berita, entah itu seputar sekolahku yang tak ada jeda untuk tugas-tugasnya, ataukah tentang sekolahmu yang lebih tak banyak tugas itu.
"Nggak ada kabar tentang Zidan, padahal teman-temannya masih sering terlihat muncul di timeline.." Ku keluhkan cerita yang biasanya kusimpan sendiri itu pada Alin, lagipula hanya ia yang tahu betapa kompleks dan rumitnya hubungan kami ; aku dan Zidan.

"Udah coba tanya? SMS atau telepon, mungkin?" Alin menatapku sejurus, sepertinya ia memang tahu sekali apa yang sekarang benar-benar sedang mengganggu pikiranku,
"Nomornya juga jarang aktif, entah apa yang sekarang ini sedang ia kerjakan disana, sibuk bangun gedung baru kali..." Jawabku asal, menutupi seribu satu macam prasangka yang tiba-tiba menyelubungi pikiranku.
"Jangan gitu lah kamu, Kil.. Nanti kalau udah nggak sibuk, kamu pasti jadi orang pertama yang dia hubungi, percaya deh..." Entah apa maksud ucapan Alin yang ini,
apakah ia hanya ingin menyenangkanku, ataukah memang seperti itu nantinya?

Kucerna sekali lagi prasangka mengenai kita,
memikirkan kembali setiap peristiwa-peristiwa lalu yang menjadi cerita demi cerita kita yang tak ada habisnya itu,
yang pada akhirnya, tiap kali konflik kita menyetuh puncaknya, hanya bisa kutuliskan kembali di dalam diary, sembari memikirkan jalan keluarnya yang selalu sulit kita peroleh,

tetapi ada satu lagi yang menambah beban kekompleks-an masalah kita itu,
hal yang sebenarnya selalu kita hindari, selalu kita jauhi seperti apapun itu bentuknya, tetapi entah bagaimana caranya bisa dengan mudah menyelinap, memberi kenyamanan baru yang sulit kutemui dari sosokmu.

dimana ada langkah lain yang memasuki hidupku yang kamu tinggalkan,
dimana ada tatap mata lain yang dengan senang hati tersenyum disampingku, dalam segala keadaanku yang tidak juga kau tahu,
dimana ada tangan lain yang sigap memberikan bantuannya, sekedar mengulurkan saputangan disaat aku mengeluh kelelahan,
dimana ada ruang kosong yang dulu pernah kamu tinggali dan sekarang kamu biarkan berisi debu-debu bermakna kesendirian,
dimana,
aku mulai belajar mengisi kekosongan tanpa kepastian itu,
dengan sesuatu lain yang amat sangat berbeda darimu...


(mungkin ada baiknya jika cerita ini bersambung terlebih dulu, karena tetap ada baiknya jika suatu cerita, entah panjang atau sependek apa, tetap memiliki jeda sebelum dilanjutkan kedalam bab berikutnya, sampai suatu saat nanti ia memang benar-benar sudah pantas untuk diakhiri....)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar