Kamis, Desember 20, 2012

Kita ; pasir yang habis digenggam waktu.

Selalu ada saat, yang meskipun beberapa detik,
yang pernah ku sempatkan untuk menoleh ke arahmu,
dimana kau selalu duduk,
sendirian, dan mengerjakan seluruh urusanmu tanpa membutuhkan bantuan,
kupandangi kamu sekali lagi,
yang saat itu sedang sibuk dengan secarik kertas dan sebuah pensil.



Kuperhatikan guratan demi guratan yang kamu buat dengan dua benda itu,
tak jelas rupanya,
entah kamu sedang menulis apa, ataukah sedang menggambar apa,

aku hanya mengamatinya,

melihat detil wajah seriusmu yang bercampur keacuhan,
sekaligus mengabaikan kegaduhan yang kuciptakan bersama beberapa teman,
aku selalu mengamatimu, meskipun dengan diam-diam,
dan hanya dengan melalui ekor mata sebagai perantaranya,

dan tetap saja,
aku hanya mendapatimu yang sedang sibuk, tetap saja mendapatimu yang sedang tidak sadar bahwa kamu sedang diperhatikan diam-diam oleh seorang gadis,
sampai akhirnya,
entah karena keajaiban dan takdir Tuhan yang tidak bisa kusebutkan namanya,
kesempatan untuk mengenalmu pun datang, membawaku kepada satu posisi dimana aku mulai bisa mengerti apa saja kebiasaan yang kamu lakukan ketika duduk serius menghadap kertas,
mulai mengerti apa-apa yang kamu sukai, dan apa-apa yang tidak kamu sukai,
mulai merasa aneh tiap kali mendapati kebersamaan yang sebenarnya juga tidak pernah kita minta,



hingga tanpa sadar, kita terlibat pada suatu kedekatan yang sebenarnya tidak seharusnya ada,
dimana kamu mulai dengan mudah mengetahui apa yang sedang kupikirkan, karena dengan mudahnya aku mulai membiarkan tempat yang sebenarnya sudah dimiliki orang lain, untuk kamu datangi dan kamu isi,
dimana dengan tanpa sadar, aku mulai sering kamu buat tertawa, entah itu karena cerita lucumu ataukah karena sikap konyolmu,
dimana dengan anehnya, aku mulai merasa kehilangan, apabila tidak mendapatimu ada,

tetapi,
kembali kepada prinsip pasir yang semakin digenggam maka akan semakin berhamburan dan bisa saja habis,
begitulah kita,
setelah sama-sama terlihat saling memiliki rasa, kita justru semakin jauh,
kita ibarat pasir, dan waktu lah yang menggenggam kita sampai kita benar-berhamburan,
sampai kita benar-benar terpisah satu sama lain, dan justru terdampar di dalam tempat asing,
dimana ,
disitu tidak ada aku,
dan disini tidak ada kamu,
dimana,
disitu kamu melanjutkan hidupmu dengan sangat baik,
dan disini aku melanjutkan hidupku dengan sama baiknya,


entah bagaimana nanti Tuhan akan kembali mempertemukan kita,
entah bagaimana nanti takdir akan kembali mengajak kita untuk kembali bertatap muka,
bertatap pandangan yang pernah kita tunda,
sekaligus melanjutkan cerita sederhana kita,
yang saat ini sedang terjeda dengan kehadiran pemuda itu didalam hidupku,
dan gadis itu, di dalam hidup barumu..

[dariku, seseorang yang masih suka mengkhayal. Sesuatu yang selalu kamu olok namun juga selalu kamu minta ceritanya tiap kali khayalan itu usai]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar